Bisnis.com, JAKARTA — Kenaikan laba bersih PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR) pada kuartal I/2022 yang mencapai 19,03 persen year-on-year (YoY) dinilai tidak murni disebabkan perbaikan kinerja operasional.
Nilzon Capital dalam riset terbarunya memperkirakan laba per saham UNVR bisa lebih rendah karena karena penundaan pengakuan beban dan margin laba kotor yang tergerus secara signifikan. Performa UNVR juga cenderung tertinggal dibandingkan dengan sister companies di Grup Unilever di negara lain.
Presiden dan Principal Advisor Nilzon Capital Frizon Akbar Putra mengemukakan pihaknya mendapati bahwa beban biaya jasa dan enterprise solution service (ETS) hilang dari laporan keuangan kuartal I/2022 UNVR. Biaya ini sejatinya dilaporkan secara konsisten oleh Unilever dan dibayarkan ke pihak afiliasi Unilever Europe Business Center B.V.
“Kami menemukan hal yang sangat menarik dari laporan keuangan UNVR pada kuartal I/2022 yang baru saja terbit. Kenaikan kinerja laba sebesar 19,03 persen YoY ternyata hampir seluruhnya bukan disebabkan oleh kesuksesan operasional, melainkan karena hilangnya beban biaya jasa dan ETS secara mendadak dari laporan keuangan,” kata Frizon melalui siaran pers, Senin (9/5/2022).
Di dalam risetnya, Nilzon Capital menyebut kenaikan laba UNVR sebesar Rp323 miliar ternyata hampir seluruhnya dikontribusikan oleh “hilangnya” beban biaya jasa dan ETS kepada pihak terafiliasi sebesar Rp337 miliar. Hal itu berkebalikan dengan klaim manajemen yang menyebut UNVR berhasil “membalikkan kinerja” pada tiga bulan pertama tahun ini.
“Ini bukan pertama kalinya biaya jasa dan ETS tiba-tiba menghilang dari laporan keuangan kuartalan, dan sejarah menunjukkan bahwa biaya jasa dan ETS kemungkinan akan ditunda ke kuartal berikutnya, bukan dihilangkan,” tulis riset Nilzon Capital.
Baca Juga
Frizon menyebutkan hal serupa pernah terjadi pada kuartal I/2012 ketika UNVR hampir tidak mencatatkan biaya jasa sama sekali, meski belum sampai pada posisi negatif seperti pada Kuartal I/2022. Dalam laporan keuangan Kuartal I/2022, biaya jasa dan ETS berada pada posisi negatif Rp6,35 miliar, sementara pada kuartal I/2021 nilainya mencapai Rp330,64 miliar.
“Apa yang terjadi selanjutnya pada sisa tahun 2012? Biaya tersebut ternyata membengkak pada kuartal berikutnya,” lanjutnya.
Jika dirata-rata, dia menambahkan biaya jasa yang hilang hanya ditunda pencatatannya, bukan karena manajemen berhasil menawar kepada induk usaha untuk menghentikan pembayaran biaya yang cukup menggerus laba tersebut.
Jika merujuk pada kejadian tahun 2012 tersebut, investor mungkin patut menduga bahwa ‘biaya jasa dan ETS’ pada kuartal I/2022 akan diakumulasikan dan dibebankan kembali oleh UNVR di kuartal selanjutnya atau mungkin di kuartal lain yang lebih lama.
“Investor sebaiknya memperhatikan dengan saksama klarifikasi atau keterbukaan informasi yang mungkin akan disampaikan oleh manajemen UNVR terkait alasan di balik nilai beban biaya jasa dan ETS yang tidak biasa di kuartal I/2022, terutama apakah karena adanya penundaan pengakuan beban atau ada alasan lain,” sambungnya.
Frizon berpendapat jika biaya jasa dan biaya ETS memang dihapuskan secara permanen untuk seterusnya, hal tersebut bakal menjadi kabar yang sangat baik untuk investor publik. Hilangnya pos biaya ini akan meningkatkan porsi laba yang dapat dialokasikan untuk masyarakat.
“Namun, jika hilangnya biaya jasa dan ETS di kuartal I/2022 ternyata hanya karena penundaan pengakuan beban secara akuntansi, sebaiknya investor tidak terkecoh dengan laba yang semu,” kata Frizon.
Pada pengungkapan yang ada di laporan keuangan UNVR, tercatat tarif ‘biaya jasa dan ETS’ yang dibebankan kepada UNVR untuk dibayarkan kepada perusahaan terafiliasi adalah sebanyak-banyaknya sebesar 3 persen dari total penjualan setahun kepada pihak ketiga untuk biaya jasa dan ditambah 1 persen dari penjualan bersih domestik tahunan untuk biaya ETS.
Di dalam risetnya, Nilzon Capital mengestimasi biaya jasa dan ETS mungkin akan menjadi Rp421,8 miliar secara prorata jika memang benar bahwa biaya tersebut hilang hanya karena masalah waktu pengakuan beban.
Jumlah tersebut dihitung berdasarkan perkalian antara persentase historis aktual dari tarif biaya jasa dan ETS selama kuartal II—kuartal III/2021 sebesar 3,89 persen dengan penjualan yang berhasil dibukukan oleh UNVR pada kuartal I/2022 sebesar Rp10,83 triliun.
Jika semua perkiraan benar dan biaya jasa dan ETS ternyata ditunda alih-alih dihilangkan sepenuhnya pada kuartal I/2022, dan untuk mengukur dampak nyata jika beban diakui secara prorata pada kuartal I/2022, Nilzon Capital menyebutkan UNVR mungkin justru akan melaporkan pertumbuhan negatif core EPS sebesar 0,51 persen menjadi Rp44,28 per saham alih-alih naik 19,03 persen menjadi Rp52,98 per saham seperti yang dilaporkan. Namun, angka dapat bervariasi tergantung asumsi yang digunakan.