Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IHSG Betah di Zona Merah, Investor Ketar-ketir Lockdown Shanghai Makin Ekstrem

Indeks IDXBasic dan IDXIndustry menjadi yang paling tertekan karena banyak konstituennya terkait dengan sektor komoditas.
Karyawan melintas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (21/12/2021). Bisnis/Suselo Jati
Karyawan melintas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (21/12/2021). Bisnis/Suselo Jati

Bisnis.com, JAKARTA - Indeks harga saham gabungan (IHSG) yang membuka perdagangan anjlok pada awal pekan ini, Senin (25/4/2022) ditengarai akibat kekhawatiran investor atas dampak lockdown Shanghai, serta tertekannya harga komoditas.

Investment Analyst Stockbit Hendriko Gani mengungkapkan lockdown yang diterapkan pemerintah China terhadap Ibu Kota Shanghai turut menekan kekhawatiran investor apalagi The Fed juga bakal melakukan pengetatan moneter lebih agresif.

"Lockdown di Shanghai dan The Fed yang kemungkinan besar akan melakukan pengetatan moneter secara agresif jadi sentimen negatifnya ini," jelasnya kepada Bisnis, Senin (25/4/2022).

Sempat dibuka anjlok ke level 7.121,86, IHSG hingga pukul 10.00 WIB berangsung mendekati harga penutupan kemarin atau masih turun 0,28 persen ke level 7.202,7.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), indeks sektoral IDXBasic mengalami penurunan paling dalam terdepresiasi 1,31 persen ke level 1.353,25. Selanjutnya, indeks IDXIndustry mengalami pelemahan 1,16 persen ke level 1.199,56.

Saham sektor teknologi dalam IDXTechno juga mengalami penurunan dalam 1,16 persen ke level 8.836,21.

Menurut Hendriko, indeks IDXBasic dan IDXIndustry menjadi yang paling tertekan karena banyak konstituennya terkait dengan sektor komoditas.

"Cuma karena industri dan basic industri ini banyak commodities related juga, dan kebetulan lagi ramai kemarin, jadi penurunannya juga signifikan," katanya.

Sebelumnya, Direktur MNC Asset Management Edwin Sebayang sudah memperkirakan tekanan jual di Bursa Efek Indonesia diperkirakan berlanjut menyusul kejatuhan tajam Indeks DJIA pada Jumat pekan lalu sebesar 2,82 persen atau menjadi penurunan terburuk harian sejak Oktober 2020.

"Penurunan tersebut akibat kekhawatiran atas akan terjadinya stagflasi, mengecewakannya earnings emiten dan naiknya yield obligasi AS tenor 10 tahun mengantisipasi kenaikan FFR di bulan Mei sebesar 50 bps, menjadikan Indeks DJIA turun selama 4 minggu berturut-turut," paparnya dalam riset.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper