Bisnis.com, JAKARTA – PT Infovesta Utama mengungkapkan asset under management (AUM) alias dana kelolaan reksa dana berpotensi berbalik arah setelah mencatatkan penurunan sepanjang tahun 2022.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan, AUM reksa dana sepanjang tahun 2022 telah mengalami penurunan dari bulan ke bulan jika dibandingkan dengan total AUM pada Desember 2021.
Di mana pada bulan terakhir 2021, total AUM reksa dana tercatat sebesar Rp565,19 triliun dan pada Januari 2022 menurun sebesar 1,05 persen menjadi Rp559,26 triliun. Selanjutnya pada Februari 2022 kembali menurun menjadi Rp555,24 triliun.
Sementara jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2021, total AUM Februari 2022 turun tipis dari Rp555,48 triliun menjadi Rp555,26 triliun. Dan menggunakan perbandingan yang sama di bulan Januari, justru mengalami peningkatan jumlah AUM dari Rp556,15 triliun menjadi Rp559,26 triliun.
Sebagai catatan, jumlah AUM pada Desember 2021 merupakan jumlah tertinggi sepanjang tahun 2021 setelah konsisten mengalami pertumbuhan setelah Mei 2021.
Mengutip laporan mingguan Infovesta, berlanjutnya penurunan dana kelolaan reksa dana kelas aset moderat hingga berisiko yaitu mulai dari reksa dana pendapatan tetap, reksa dana campuran hingga reksa dana saham pada Februari 2022 dipandang hanya bersifat sementara.
Baca Juga
“Kami berpandangan bahwa berlanjutnya penurunan dana kelolaan reksa dana kelas aset moderat hingga berisiko pada Februari 2022 hanya bersifat sementara dan berpotensi berbalik arah,” tulis Infovesta dalam laporannya, Senin (28/3/2022).
Hal tersebut diungkapkan seiring dengan invasi Rusia-Ukraina yang mulai terjadi pada 24 Februari 2022 lalu yang kemudian dipercaya meningkatkan kinerja dana kelolaan reksa dana saham pada periode mendatang.
Adapun keyakinan tersebut didorong oleh terdongkraknya harga komoditas dan diikuti dengan kenaikan harga saham pada sektor energi.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) per Jumat (25/3/2022), indeks IDX Sektor Energi tercatat memimpin kinerja indeks sektoral dengan melonjak sebesar 27,47 persen sepanjang tahun atau year to date (ytd).
“Belum lagi, jelang Ramadan dan Lebaran yang biasanya diikuti oleh kenaikan harga bahan baku serta kenaikan PPN 11 persen menstimulus kinerja pasar saham dalam negeri,” tulis Infovesta.
Namun terlepas dari sentimen positif di atas, Infovesta mengungkapkan bahwa terdapat potensi kenaikan inflasi yang lebih cepat. Oleh karena itu, hal tersebut menjadi tantangan bagi pasar dan dapat mempengaruhi daya beli masyarakat.