Bisnis.com, JAKARTA – Kenaikan tarif wajib pajak reksa dana untuk PPh final bunga obligasi yang diberlakukan tahun lalu menimbulkan dampak signifikan terhadap reksa dana terproteksi.
Head of Market Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana menjelaskan penghapusan PPh eksklusif berdampak signifikan terhadap minat investor pada reksa dana terproteksi. Penurunan minat ini terlihat dari tren penurunan dana kelolaan jenis produk tersebut.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada Januari 2021, jumlah dana kelolaan reksa dana terproteksi mencapai Rp144,2 triliun. Jumlah ini kemudian menurun hingga ke posisi Rp100,94 triliun pada akhir Februari 2022.
Wawan memaparkan, penurunan minat ini terutama terlihat pada investor institusi. Menurutnya, sejak penghapusan insentif PPh, investor institusi memandang investasi obligasi melalui reksa dana terproteksi tidak lagi menarik.
“Dulu karena pajaknya rendah, reksa dana terproteksi masih cukup diminati. Sekarang, karena sifatnya dipegang sampai jatuh tempo jadi tidak menarik,” jelas Wawan saat dihubungi pekan ini.
Dia melanjutkan, kini investor institusi lebih memilih produk reksa dana lain ataupun membeli obligasi secara langsung. Pasalnya, biaya yang dikeluarkan untuk membeli obligasi akan lebih rendah dibandingkan dengan masuk ke reksa dana terproteksi.
Baca Juga
“Untuk masuk ke reksa dana terproteksi akan ada beberapa fee yang perlu dibayar, seperti management fee dan lainnya. Sekarang, dengan pajak yang sama-sama 10 persen baik untuk reksa dana maupun obligasi, Investor institusi melihat memegang obligasi langsung lebih untung,” lanjutnya.
Hal senada diungkapkan Direktur Panin Asset Management (Panin AM) Rudiyanto. Ia menjelaskan, kebijakan ini berimbas pada investor institusi yang membeli reksa dana pendapatan tetap dan terproteksi sejak diberlakukan tahun lalu.
Menurutnya, dampak kebijakan ini lebih terlihat ke reksa dana terproteksi. Sementara itu, reksa dana pendapatan tetap masih cukup menarik bagi investor. Hal ini mengingat pengelolaan portofolio aktif yang dapat dilakukan oleh manajer investasi.
“Reksa dana pendapatan tetap bisa dikelola secara aktif, kami bisa meracik portofolio sesuai kondisi atau dengan trading. Efeknya memang ada, tetapi tidak signifikan,” katanya.
Rudiyanto melanjutkan, dalam mengelola risiko fluktuasi harga, pihaknya telah melakukan penyesuaian strategi. Salah satu upaya yang dilakukan adalah kombinasi antara obligasi korporasi dan pemerintah.
“Selain itu, kombinasi antara tenor jangka pendek menengah panjang merupakan cara untuk meminimalkan risiko dan memaksimalkan potensi return,” pungkasnya.