Bisnis.com, JAKARTA – Harga Bitcoin terus terkoreksi hingga di bawah level US$38.000 seiring dengan tekanan yang terjadi pada pasar global akibat invasi Rusia ke Ukraina.
Dilansir dari Bloomberg pada Selasa (8/3/2022), harga Bitcoin sempat anjlok hingga 4,8 persen di bawah US$38.000 sebelum kembali ke kisaran US$38.665. Koreksi ini sekaligus menjadi level harga terendah Bitcoin dalam sepekan terakhir.
Sepanjang tahun 2022, harga Bitcoin cenderung bergerak sideways dan kerap gagal bertahan setelah melewati level US$45.000.
Sementara itu, Ether juga mencatatkan level harga terendah sejak 24 Februari 2022 setelah menurun 7 persen. Aset kripto lain seperti Solano, Cardano, dan Avalanche juga terpantau melemah.
Selanjutnya, indeks S&P 500 juga terus tertekan dan mendekati kinerja terburuknya pada 2022. Sedangkan, indeks Nasdaq 100 juga terkoreksi 3 persen. Kinerja Bitcoin menunjukkan korelasi yang tinggi dengan indeks-indeks ini.
Co-Founder dan Managing Partner Nexo, Anthoni Trenchev mengatakan, ada sejumlah sentimen yang menyebabkan harga Bitcoin terus tertekan. Hal ini terutama mengacu kepada penggunaan Bitcoin sebagai aset lindung nilai (hedging) dari inflasi.
Baca Juga
“Bitcoin adalah aset yang risk-on dan juga risk-off. Saat terjadi kepanikan, umumnya akan terjadi aksi jual,” jelasnya dikutip dari Bloomberg.
Edward Moya, Senior Market Analyst Oanda menyebutkan pergerakan harga Bitcoin saat ini menimbulkan tekanan jual yang cukup besar. Seiring dengan hal tersebut, Bitcoin diprediksi akan menguji level US$37.000.
Sementara itu, Presiden AS Joe Biden dikabarkan akan menandatangani keputusan eksekutif terkait strategi AS di sektor mata uang kripto. Kebijakan ini akan mengatur lembaga federal dalam memeriksa potensi perubahan regulasi, serta ancaman yang mungkin muncul dari aset digital, baik dari sisi keamanan maupun ekonomi.