Bisnis.com, JAKARTA - PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO) mencatat volume produksi batu bara 52,70 juta ton pada 2021, sesuai target produksi yang ditetapkan 52-54 juta ton. Sementara volume penjualan batu bara tahun lalu mencapai 51,58 juta ton.
Sekretaris Perusahaan Adaro Energy Indonesia Mahardika Putranto mengatakan, nisbah kupas 2021 mencapai 4,15 kali, di bawah target yang ditetapkan 4,80 kali. Ini akibat faktor cuaca yang kurang mendukung di sepanjang tahun, yang mempengaruhi aktivitas pengupasan lapisan penutup.
“Kondisi pasar batu bara termal tetap kuat namun fluktuatif pada kuartal IV/2021, menutup tahun yang secara umum lebih baik daripada yang diharapkan,” jelasnya dalam keterangan resmi, Kamis (24/2/2022).
Mahardika menambahkan, China tetap menjadi faktor penentu yang utama bagi permintaan dan harga seaborne pada kuartal IV/2021. Namun, pada umumnya, perbaikan kegiatan ekonomi di beberapa negara berkat stimulus fiskal dan moneter serta pelonggaran terhadap pembatasan Covid-19, bersama dengan kekurangan suplai di pasar seaborne global, telah menyebabkan harga batu bara melonjak.
Pada kuartal IV/2021, harga rata-rata batu bara Indonesia 5000 GAR dan 4200 GAR masing-masing melebihi US$130 per ton dan US$90 per ton. Kedua indeks mencatat peningkatan sekitar 30 persen dibandingkan kuartal III/2021.
Sementara itu, harga rata-rata FOB Newcastle 6000 NAR melebihi US$180 per ton, atau naik lebih dari US$25 per ton dari kuartal sebelumnya.
Baca Juga
Di pasar China, kata Mahardika, persediaan yang sangat rendah menimbulkan kekhatiran akan krisis energi di awal kuartal ini, yang menyebabkan minat China terhadap batu bara impor naik signifikan. Harga batu bara subbituminous melonjak tinggi sampai melebihi US$200 per ton untuk basis 5000 GAR akibat naiknya harga batu bara domestik China.
“Intervensi pemerintah China yang kemudian diberlakukan menurunkan harga domestik, juga permintaan terhadap impor,” ujarnya.
Di sisi suplai, para penambang Australia dan Indonesia menghadapi hujan dan cuaca buruk di wilayah tambang pada kuartal IV/2021.
Curah hujan yang tinggi dan banjir di New South Wales, Australia, mengakibatkan pembatasan ekspor karena banyak penambang menyatakan keadaan kahar (force majeure), sementara penambang lainnya beroperasi jauh di bawah kapasitas. Ketersediaan kargo spot di luar Indonesia masih terbatas akibat cuaca buruk, penambahan kasus Covid-19 di antara para kontraktor pertambangan dan kendala pengadaan alat berat.