Bisnis.com, JAKARTA - Harga emas di perdagangan Asia pada Jumat pagi (28/1/2022) bergerak datar setelah mengalami penurunan mingguan paling tajam sejak November, karena pasar masih mencerna rencana pengetatan kebijakan Federal Reserve (Fed) AS yang mendorong indeks dolar ke level tertinggi dalam beberapa bulan.
Harga emas di pasar spot tidak berubah diperdagangkan di US$1.796,41 per ounce pada pukul 01.09 GMT, sementara emas berjangka AS sedikit menguat 0,2 persen menjadi diperdagangkan di US$1.796,00 per ounce.
Emas telah merosot sekitar 2,0 persen untuk minggu ini, penurunan terburuk sejak 26 November 2022. Indeks dolar melonjak ke level tertinggi yang terakhir terlihat pada Juli 2020 terhadap mata uang utama lainnya, setelah The Fed mengatakan pada Rabu (26/1/2022) bahwa pihaknya dapat memberikan kenaikan suku bunga yang lebih cepat dan lebih besar dalam beberapa bulan mendatang.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi AS meningkat pada kuartal keempat dengan mencatat kinerja terbaiknya dalam hampir empat dekade pada tahun 2021, Departemen Perdagangan melaporkan pada Kamis (27/1/2022).
Kenaikan suku bunga The Fed sendiri meningkatkan peluang kerugian memegang emas yang tidak membayar bunga. Harga emas diperkirakan akan melayang lebih rendah pada tahun 2022 dan 2023, karena bank-bank sentral menaikkan suku bunga.
Kondisi ini akan mengangkat imbal hasil obligasi dan membuat emas yang tidak memberikan imbal hasil kurang menarik, jajak pendapat Reuters menunjukkan.
Sementara itu, ekspor emas Swiss naik tahun lalu ke level tertinggi sejak 2018, karena permintaan emas di China dan India, pasar konsumen terbesar, pulih dari kejatuhan di awal pandemi Covid-19, data bea cukai Swiss menunjukkan.
Harga logam mulia selain emas di pasar spot, perak turun 0,2 persen menjadi diperdagangkan di US$22,69 per ounce. Platinum naik 0,1 persen menjadi diperdagangkan di US$1.023,49 per ounce dan paladium tetap tidak berubah di US$2.375,18 per ounce.