Bisnis.com, JAKARTA – Rencana penetapan non-fungible token (NFT) sebagai salah satu sumber wajib pajak baru dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) akan meningkatkan legitimasi aset ini di Indonesia.
Meski demikian, pengenaan pajak sebaiknya tidak menyulitkan para pelaku untuk mencegah investor kabur ke luar negeri.
Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) yang juga COO Tokocrypto Teguh Kurniawan Harmanda menilai pemberian pajak pada industri aset kripto maupun NFT disatu sisi tentu sangat baik, karena dapat mendorong industri lebih berkembang.
Ketentuan inijuga melegitimasi bahwa industri aset kripto dan ekosistemnya bisa berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi negara, melalui pendapatan pajak tersebut.
“Sebaiknya pengenaan pajak ini, jangan dibuat terlalu menyulitkan para trader dan investor melihat industri ini masih terbilang sangat baru. jangan sampai para investor kripto atau pemilik NFT cenderung untuk melakukan trading di luar negeri yang malah mengakibatkan opportunity lost bagi Indonesia,” ujarnya dikutip dari keterangan resmi, Minggu (9/1/2022).
Meski belum ada data potensi ekonomi dari NFT untuk Indonesia, tapi mengacu dari data global dari DappRadar menunjukkan bawah pada kuartal III/2021, penjualan NFT mencapai US$10,7 miliar atau sekitar Rp152 triliun di seluruh dunia.
Baca Juga
Angka ini naik tajam dari perolehan US$1,3 miliar atau Rp18,5 triliun pada kuartal II dan kuartal I sebesar US$1,2 miliar atau Rp17 triliun.
Selain itu, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) juga menyatakan pengenaan pajak atas kripto akan paralel dengan rencana pembentukan bursa yang menaungi aset kripto. Pungutan pajak transaksi atas aset kripto nantinya akan otomatis ditarik dari investor oleh para platform pedagang kripto.
Terkait hal tersebut, Manda mengatakan pengenaan pajak aset kripto bisa dilakukan dengan konsep seperti PPh final seperti yang berlaku pada bursa efek.
Aspakrindo sendiri telah mengajukan proposal ke Bappebti terkait pph final sebesar 0,05 persen yaitu setengah dari PPh Final di pasar modal. Angka ini jauh lebih kecil dari transaksi penjualan saham di bursa efek dikenakan PPh Final dengan tarif yaitu sebesar 0,1 persen.
Sebelumnya, pemerintah menetapkan bahwa aset digital non fungible token atau NFT wajib tercantum dalam Surat Pemberitahuan atau SPT Tahunan pemiliknya. Seperti halnya aset-aset lain, wajib pajak harus melaporkan nilai pasar dari aset NFT.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor menjelaskan bahwa wajib pajak harus mencantumkan seluruh asetnya dalam SPT Tahunan sebagai bentuk kepatuhan perpajakan. Hal tersebut tak terkecuali bagi aset digital NFT.
Dia menyebutkan bahwa memang belum terdapat aturan spesifik mengenai aset digital seperti NFT. Namun, Neil menegaskan bahwa NFT harus masuk dalam pelaporan wajib pajak di SPT Tahunan dengan nilai pasar pada penghujung tahun.