Bisnis.com, JAKARTA - Kontrak emas paling aktif untuk pengiriman Februari di Comex New York Exchange, menguat US$10,5 atau 0,58 persen menjadi US$1.825,10 per ounce pada penutupan perdagangan, Kamis (6/1/2022) di Asia.
Emas memperpanjang kenaikan untuk hari kedua berturut-turut, ketika indeks saham acuan AS sebagian besar diperdagangkan lebih rendah dan dolar AS melemah.
Sehari sebelumnya, Selasa (4/1/2021), emas berjangka menguat US$14,5 atau 0,81 persen menjadi US$1.814,60 per ounce, setelah anjlok US$28,5 atau 1,56 persen menjadi US$1.800,10 per ounce.
"Investor tampaknya tertarik pada emas karena kasus varian Omicron yang meningkat mempercepat pelarian ke tempat yang aman," kata Lukman Otunuga, Manajer, Analisis Pasar, di FXTM.
Bagaimana emas mengakhiri minggu perdagangan pertama tahun 2022, akan dipengaruhi tidak hanya oleh risalah pertemuan FOMC hari ini, tetapi juga data pekerjaan utama AS pada Jumat (7/1/2022), menurutnya.
"Jika laporan ini memperkuat ekspektasi atas Federal Reserve menaikkan suku bunga tiga kali tahun, ini bisa mengirim emas dengan imbal hasil nol lebih rendah," tambahnya
Baca Juga
Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) telah merilis risalah pertemuannya pada Desember 2021. Risalah menunjukkan bahwa pejabat Federal Reserve umumnya berpikir kenaikan suku bunga bisa datang lebih cepat dan pada laju yang lebih cepat dari yang mereka duga sebelumnya.
Menurut risalah dari pertemuan kebijakan Fed 14-15 Desember 2021, pejabat Fed mengatakan bulan lalu bahwa pasar tenaga kerja AS sangat ketat dan mungkin tidak hanya perlu menaikkan suku bunga lebih cepat dari yang diharapkan, tetapi juga mengurangi kepemilikan aset dengan cepat.
Emas berjangka jatuh dalam perdagangan elektronik setelah risalah Fed, ketika indeks dolar AS dan imbal hasil obligasi pemerintah AS memangkas kembali kerugian mereka.
"Pasar emas telah melihat kemunduran dari tertinggi baru-baru ini dalam menanggapi risalah Fed. Pasar sudah terbebani oleh ekspektasi Fed yang lebih hawkish," kata Direktur Perdagangan Logam High Ridge Futures David Meger.
"Kenaikan imbal hasil obligasi jelas membebani pasar emas. Namun, dukungan yang mendasari premis di pasar ini adalah tekanan inflasi yang sedang berlangsung dan kekhawatiran virus membawa sedikit elemen permintaan safe haven."