Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tahun 2022 Waktunya Saham Old Economy Bangkit, Intip Rekomendasinya

Pada tahun 2022, ada potensi perbaikan ekonomi yang juga mendorong kinerja emiten mapan atau juga dikenal dengan istilah old economy.
Pengunjung berada di dekat papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (17/7/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Pengunjung berada di dekat papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (17/7/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Tahun baru 2022, Indonesia dipercaya memasuki babak baru perekonomian setelah keadaan membaik di masa pandemi Covid-19 sehingga turut mendorong pasar saham atau indeks harga saham gabungan (IHSG).

Oleh karena itu, analis menyebutkan adanya potensi perbaikan ekonomi yang juga mendorong kinerja emiten yang telah mapan atau juga dikenal dengan istilah old economy.

Analis Astronacci Faishal Idris dalam risetnya mengungkapkan bahwa babak baru perekonomian Indonesia terasa setelah akselerasi vaksinasi yang kemudian juga diikuti dengan efek positif dari peraturan pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19.

“Hal tersebut memberikan harapan baru bagi investor pasar modal Indonesia, baik asing maupun domestik,” tulis Faishal dalam riset yang dipublikasikan pada Bloomberg, dikutip Sabtu (1/1/2022).

Faishal menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi di Tanah Air pada kuartal III/2021 mencapai 3,51 persen dari periode yang sama di tahun sebelumnya atau year on year (yoy) dan terus membaik.

Kondisi tersebut ungkapnya membawa Indonesia keluar dari posisi resesi dan memunculkan optimisme baru dalam berinvestasi. Dengan perkembangan positif ini, lanjutnya pasar juga tercatat menyumbang sebesar Rp1.200 triliun bagi pembangunan ekonomi.

Sementara itu, di Amerika Serikat, indeks harga konsumen atau consumer price index (CPI) terus melonjak. Di mana pada November 2021, posisi CPI AS naik 6,8 persen dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2020.

Adapun pemerintah AS dalam laporan yang dirilis pada 10 Desember 2021 lalu menyebutkan peningkatan itu merupakan lonjakan terbesar setelah Juni 1982. Mereka menjelaskan bahwa kenaikan CPI tersebut karena kenaikan berbagai harga barang.

Berdasarkan laporan tenaga kerja AS, kenaikan tersebut termasuk meningkatnya harga bensin sebesar 6,1 persen, sementara itu biaya sewa, mobil bekas dan makanan juga turut naik.

Akibatnya beberapa indeks di AS juga turut naik, Dow Jones Industrial Average naik 0,60 persen, S&P 500 naik 0,95 persen dan Nasdaq naik 0,73 persen.

Berdasarkan kondisi di atas, Astronacci kemudian mengungkapkan bahwa IHSG ke depan berpotensi menekan resistance dan memiliki kesempatan untuk melanjutkan penguatan.

“Kami merekomendasikan portofolio anda untuk memasuki berbagai sektor dengan pilihan BMRI, AKRA, ARTO, BBRI, dan MDKA,” tulis Faishal.

Analis Korea Investment and Sekuritas Indonesia Edward Tanuwijaya juga mengungkapkan dalam risetnya juga mengungkapkan hal serupa.

Edward menyatakan harga sektor energi saat ini naik ke level tertinggi. Di mana hal tersebut jelasnya belum pernah terjadi sebelumnya karena pasokan terbatas dan juga tidak tersedianya sumber-sumber energi alternatif lain.

Oleh karena itu, jelasnya harga sektor energi sama sekali tidak dapat mengikuti keinginan terpendam seiring dengan ekonomi global secara bertahap saat ini kembali dibuka.

Producer price index pada beberapa hal penting jelas Edward melewati indeks CPI yang menandakan tekanan inflasi yang akan datang yang mungkin menghasilkan potensi kompresi margin ke depan.

“Selain itu, kesenjangan dalam biaya pengiriman yang disebabkan oleh ketidakseimbangan perdagangan internasional dapat memperburuk tekanan inflasi,” tulis Edward dalam riset yang dipublikasikan Bloomberg.

Di sisi lain, Edward mengungkapkan bahwa beberapa koreksi di pasar domestik diperlukan ketika AS akhirnya mengurangi pembelian obligasinya terutama untuk kelas aset yang sensitif terhadap perubahan imbal hasil.

“Namun, menurut kami kerugian pada MXID [JCI/IHSG] mungkin terbatas (daripada sebelumnya),” jelasnya.

Hal tersebut paparnya mengingat spread hasil yang lebih luas antara obligasi SUN dengan tenor 10 tahun akibat inflasi di Indonesia terkendali dengan baik. Selain itu arus dana investor asing yang keluar secara tahunan konsisten semenjak Mei 2015 sehingga relatif lebih mudah dikelola.

Seterusnya adalah adanya efek riak terhadap perekonomian Indonesia karena mendapat manfaat dari kenaikan beberapa harga komoditas yang melambung tinggi sehingga mendorong pertumbuhan indeks.

Menurutnya pemulihan ekonomi dan mulai dibukanya aktivitas global mendorong secara signifikan harga komoditas diantaranya harga minyak sawit (crude palm oil/ CPO), jagung, dan juga tembaga. Di mana kenaikan harga komoditas tersebut terkait dengan pasokan terbatas sehingga tidak memenuhi lonjakan permintaan.

Korea Investment and Sekuritas Indonesia pun kemudian memilih saham siklis untuk mendorong momentum kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

“Kami memperkirakan pertumbuhan EPS 14 persen pada tahun 2022, terutama didorong oleh pemulihan pendapatan untuk perusahaan besar dan harga tinggi di sektor terkait komoditas tertentu seperti batubara, CPO, nikel dan tembaga,” papar Edward.

Kendati demikian, dia mengingatkan para pelaku pasar untuk tetap waspada akan lonjakan kasus Covid-19 yang nantinya juga berpotensi menyebabkan pembatasan ketat kembali sehingga menyulitkan pemulihan ekonomi.

Sejumlah rekomendasi saham emiten old economy pilihan Korea Investment and Sekuritas Indonesia ialah BBRI, TLKM, BMRI, CPIN, ICBP, UNTR, TOWR, TBIG, MDKA, INDF, dan ADRO.

Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper