Bisnis.com, JAKARTA – Komposisi konstituen dan anjloknya kinerja beberapa emiten seperti UNVR, HMSP, dan GGRM menjadi penyebab utama tertekannya kinerja indeks IDX30 sepanjang 2021. Meski demikian, prospek pemulihan ekonomi dan daya beli masyarakat akan menjadi katalis positif untuk pergerakan IDX30 tahun depan.
Pengamat Pasar Modal dari Asosiasi Analis Efek Indonesia Reza Priyambada mengatakan, kinerja IDX30 yang masih tertekan sepanjang tahun salah satunya disebabkan oleh komposisi indeks tersebut.
Ia menjelaskan, IDX30 terdiri atas 30 saham yang dengan likuiditas dan kapitalisasi pasar (market cap) tinggi. Sehingga, ketika saham-saham tersebut mengalami penurunan, pergerakan IDX30 akan langsung terdampak.
Sementara itu, saham-saham pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung variatif, mulai dari saham dengan kapitalisasi pasar kecil hingga jumbo. Sehingga, penurunan pada sejumlah saham dapat diimbangi dengan pergerakan positif di saham-saham lainnya.
“Sementara saham-saham di IDX30, ketika turun akan menyeret indeks tersebut secara agregat,” jelasnya saat dihubungi pada Senin (20/12/2021).
Secara terpisah, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, salah satu pemberat utama pergerakan IDX30 adalah kinerja saham PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) yang sudah anjlok lebih dari 40 persen secara year to date.
Baca Juga
Menurutnya, penurunan kinerja tersebut terjadi seiring dengan tertekannya daya beli masyarakat akibat pandemi virus corona. Hal ini juga ditambah dengan kemunculan varian baru virus corona yang kian menghambat pergerakan indeks.
Sektor lain yang memberatkan pergerakan IDX30 adalah emiten dari bidang rokok seperti PT Gudang Garam Tbk (GGRM) dan PT HM Sampoerna Tbk (HMSP). Nico memprediksi, pergerakan saham emiten sektor rokok masih akan tertekan pada tahun depan seiring dengan kenaikan cukai rokok.
Kendati demikian, Nico menilai prospek indeks IDX30 pada tahun 2022 mendatang masih cukup positif. Outlook ini salah satunya ditopang oleh prospek pemulihan ekonomi global dan Indonesia.
Ia menjelaskan, pemulihan pada akhir 2021 diharapkan dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan sepanjang tahun 2022 dan seterusnya.
“Sentimen ini akan mengerek naik daya beli masyarakat yang nantinya akan berimbas pada kinerja keuangan emiten-emiten di bursa,” jelasnya.
Sementara itu, pasar juga akan mencermati potensi kenaikan tingkat suku bunga yang akan dilakukan The Fed tahun depan. Hal tersebut dapat menekan pergerakan pasar modal Indonesia, termasuk indeks IDX30.
Selain itu, kemunculan varian Omicron virus corona juga masih menjadi risiko yang dipantau pasar. Munculnya varian virus corona tersebut berpotensi mengancam outlook pemulihan ekonomi yang diharapkan pasar terjadi pada tahun depan.
Seiring dengan hal tersebut, Nico merekomendasikan sejumlah saham potensial yang dapat dicermati oleh para investor. Menurutnya, saham perbankan seperti BBCA, BBNI, BBRI, dan BMRI layak dikoleksi seiring dengan potensi pertumbuhan kredit ditengah pemulihan ekonomi.
Selain itu, Nico juga merekomendasikan saham-saham pada sektor infrastruktur telekomunikasi seperti TLKM, EXCL, TBIG, dan TOWR. Hal ini seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat di Indonesia.
“Saham-saham konsumer seperti ICBP dan INDF serta sektor komoditas seperti MDKA juga masih menarik untuk dikoleksi,” tambahnya.
Senada, Reza menuturkan masih ada sejumlah saham pada IDX30 yang layak dicermati dan dikoleksi oleh investor seiring dengan valuasinya yang masih rendah. Beberapa saham yang menjadi rekomendasi Reza adalah BBCA dengan target harga Rp7.750, ADRO pada level Rp2.150, dan INKP pada harga Rp7.800.
Selain itu, Reza juga merekomendasikan saham PGAS dengan target harga Rp1.500 dan PTBA pada harga Rp2.800.