Bisnis.com, JAKARTA - Kinerja emiten produsen makanan ringan diperkirakan bisa menguat lagi pada tahun depan seiring peningkatan daya beli masyarakat setelah perekonomian perlahan dibuka penuh.
Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis, mayoritas emiten produsen makanan ringan membukukan penurunan laba hingga dobel digit hingga akhir kuartal III/2021.
PT Mayora Indah Tbk. (MYOR) membukukan penurunan laba bersih sebesar 37,17 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp977,93 miliar per 30 September 2021 dari sebelumnya Rp1,55 triliun. Namun, penjualan bersih produsen permen Kopiko ini mengalami peningkatan sebesar 13,12 persen yoy menjadi Rp19,88 triliun dari sebelumnya Rp17,58 triliun.
Selanjutnya produsen permen Kino, PT Kino Indonesia Tbk. (KINO) membukukan penurunan laba bersih sebesar 56,34 persen menjadi Rp78,63 miliar dari sebelumnya Rp180,10 miliar. Penjualan KINO tercatat turun 5,75 persen menjadi Rp2,93 triliun dari sebelumnya Rp3,11 triliun.
Penurunan laba juga dialami oleh produsen Mi Gemez yaitu PT Siantar Top Tbk. (STTP) dengan penurunan 9,61 persen menjadi Rp433,31 miliar dari sebelumnya Rp479,40 miliar. Di sisi lain, penjualan bersih STTP naik 8,05 persen menjadi Rp3,04 triliun dari sebelumnya Rp2,81 triliun.
Senior Portfolio Manager Equity Manulife Aset Manajemen Samuel Kesuma menjelaskan selama dua tahun terakhir ini merupakan periode yang berat untuk perusahaan sektor barang konsumen akibat pembatasan sosial masa pandemi.
Baca Juga
“Sektor konsumer cuup tertekan dua tahun belakangan, padahal persepsinya sektor ini yang [kinerjanya] stabil karena menjual barang-barang pokok,” ujar Samuel pekan lalu.
Dalam kondisi krisis, perusahaan yang menjual barang kebutuhan pokok dinilai lebih tahan banting karena produk yang ditawarkan bakal selalu diserap pasar. Namun, pandemi yang menyebabkan pembatasan sosial membawa cerita yang berbeda.
Samuel mengatakan saat lockdown diberlakukan, justru permintaan untuk produk seperti staple food seperti makanan jajanan dan cemilan mengalami penurunan. Pasalnya, produk ini banyak dibeli masyarakat ketika berkumpul di luar rumah.
“Penurunan wajar karena orang tidak kumpul-kumpul, tidak keluar rumah, dan tidak ke sekolah. Permintaan ikut turun,” ujar Samuel.
Kendati demikian, Samuel memperkirakan industri barang konsumen khususnya produsen makanan ringan bisa rebound pada tahun depan. Permintaan untuk produk jajanan ringan tampaknya akan kembali karena aktivitas di luar ruang terus dibuka perlahan.
Perlu diingat, lanjut Samuel, bahwa tantangan dari sisi daya beli masyarakat ketika harga komoditas tinggi bakal tetap menjadi tantangan bagi para emiten barang konsumen. Adapun, daya beli masyarakat dengan pendapatan rendah diperkirakan belum akan kembali dengan cepat pada tahun depan.
Hal itu pun akan membawa dilema bagi emiten ketika ingin menaikkan harga produk demi menjaga marjin. Samuel berpendapat pilihan yang dapat diambil emiten selain menaikkan harga adalah dengan menyesuaikan volum produk.
“Tekanan ada di marjin keuntungan dan ini semua bisa sangat terbantu tahun depan apabila harga komoditas ternormalisasi, kondisi ekonomi kian pulih, dan daya beli masyarakat naik lagi,” papar Samuel.
Adapun, Manulife Aset Manajemen dengan total dana kelolaan atau asset under management senilai Rp112,1 triliun yang mana Rp61,7 triliun berada dalam produk reksa dana per September 2021 belum mengoleksi saham-saham emiten consumer dan memasang posisi wait and see.