Bisnis.com, JAKARTA – PT Bukalapak.com Tbk. menjadi unicorn pertama yang melakukan IPO di pasar modal. Namun, bagaimana nasib IPO unicorn setelah Bukalapak?
Emiten berkode saham BUKA itu kini telah menjadi menjadi benchmark bagi unicorn yang mau go public. Sebab, bagaimana pun juga BUKA yang mengawali atau menjadi pionir di pasar modal RI.
Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan dengan kejadian Bukalapak, seharusnya investor belajar dari pengalaman. Sebagaimana diketahui, saham BUKA terus mengalami kebakaran bahkan menjauh dari harga penawaran.
“Investor akan belajar dari BUKA dan menyesuaikan ekspektasi yang ada. Efeknya mungkin IPO emiten teknologi berikutnya memiliki valuasi yang tidak ‘semahal’ Bukalapak,” katanya kepada Bisnis pada Selasa (7/12/2021).
Meski demikian, bukan berarti unicorn lain tidak bisa menghimpun dana sebesar Bukalapak. Wawan menjelaskan valuasi dengan nominal akan berbeda, misalnya GoTo, meski valuasi lebih murah bisa saja nominal IPO-nya memecahkan rekor lagi.
Selain itu, Wawan berpendapat emiten-emiten sektor teknologi masih memiliki prospek yang cerah. Dia berpesan bahwa cara pandang terhadap sektor anyar itu memang berbeda dengan emiten konvensional.
Baca Juga
Meski demikian, tetap ada investor yang tertarik terhadap prospek, apalagi bila emiten tersebut merupakan market leader di bidangnya.
Sementara terkait kinerja saham Bukalapak, Wawan mengatakan hakikat pada harga adalah ekspektasi dan valuasi kinerja fundamental perusahaan. “BUKA masih merugi meski ada peningkatan penjualan, artinya BUKA boleh dibilang masih dalam taraf bakar duit,” katanya.
Dia mengakui bila perseroan memiliki potensi profit tetapi masih jauh di masa depan. Penurunan terjadi karena tidak semua investor dapat melihat hal ini sebagai sesuatu yang menarik mengingat banyak emiten lain sudah profitable dengan model bisnis yang lebih terlihat.
Di sisi lain, Analis RHB Sekuritas Michael Setjoadi mengatakan terdapat potensi saham emiten teknologi itu naik hingga level Rp1.300 dalam 12 bulan ke depan. Pasalnya perseroan mampu menurunkan kerugian bersih pada periode kuartal III/2021.
Kerugian bersih berada di level Rp1,1 triliun turun dibandingkan dengan tahun lalu Rp1,4 triliun. “Kami dan konsesus memperkirakan kerugian bersih 2021 sebesar Rp1,8 triliun dan Rp1,5 triliun,” tulisnya dalam riset dikutip Rabu (1/12/2021).
Pendapatan selama kuartal III/2021 mencapai Rp484 miliar, sedangkan antara Januari hingga September mencapai Rp1,4 triliun atau naik 42,1 persen yoy. Meski demikian, itu masih di bawah dari perkiraan konsensus akhir tahun sebesar 64 persen dan 66 persen.
Menurutnya, Bukalapak telah menegaskan kembali bimbingan topline 2021 sebesar Rp1,9 triliun hingga Rp2 triliun. Dengan demikian EBITDA menjadi positif pada 2023.