Bisnis.com, JAKARTA - Saham PT Telkom Indonesia Tbk. (TLKM) mengalami penurunan harga dalam 5 hari berturut-turut. Namun, koreksi ini diyakini hanya bersifat sementara.
Berdasarkan data RTI, pada perdagangan Jumat (12/11/2021), TLKM melemah sebesar 1,37 persen ke angka 3.600 per saham atau turun 4,76 persen senilai Rp180 dibandingkan dengan 8 November 2021 yang senilai 3.780 per saham.
Koreksi ini melanjutkan penurunan sepanjang perdagangan pekan lalu. Selama sepekan, saham Telkom melemah sebesar 4,51 persen.
Senior Vice President Corporate Communication & Investor Relations Telkom Indonesia, Ahmad Reza mengatakan penurunan harga saham Telkom dalam 5 hari terakhir ini dinilai wajar.
Penurunan terjadi karena aksi profit taking oleh investor asing yang selama Oktober, masuk dalam volume yang cukup besar sehingga menyebabkan adanya rally dan kenaikan harga saham Telkom yang signifikan selama beberapa minggu belakangan.
Secara fundamental perusahaan telekomunikasi pelat merah tersebut juga masih dinilai sangat kuat apalagi akan melakukan aksi korporasi dan strategi yang berhubungan dengan pembangunan digital business
Baca Juga
“Penurunan ini juga bukan disebabkan oleh pergeseran minat dari investor Telkom ke Mitratel, karena yang tercatat di bookbuilding memiliki list investor yang berbeda,” kata Reza, Minggu (14/12/2021).
Secara fundamental, kata Reza, Telkom masih sangat kuat karena beberapa hal. Dari sisi infrastruktur, Telkom memiliki infrastruktur yang tersebar secara merata di Indonesia, yang ke depan akan menjadi pasar potensial.
Telkom, melalui Mitratel, juga membuka bisnis menaranya ke operator telekomunikasi lain, di mana pada 2022 akan banyak operator telekomuniksasi didorong untuk memperluas jaringan ke daerah Luar Jawa, tidak hanya fokus bermain di Jawa.
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate berencana mempercepat pembangungan infrastruktur telekomunikasi 10 tahun lebih cepat. Target pembangunan pada 2032 akan diselesaikan pada 2022.
Jaringan internet 4G juga akan didorong untuk hadir di 12.000 lebih desa yang belum dapat akses internet, di mana 3.435 desa menjadi tanggung jawab operator seluler. Hal ini menandakan bahwa operator seluler akan makin gencar membangun jaringan di daerah luar Jawa ke depannya.
Tidak hanya itu, dengan permodalan yang lebih kuat, Indosat Ooredoo Hutchison (IOH)- gabungan PT Indosat Tbk. dan PT Hutchison 3 Indonesia- juga berkomitmen untuk memperluas jaringan ke desa-desa terpencil yang belum mendapat akses internet.
Jaringan Tri-Indosat banyak bertumpuk di Pulau Jawa. Semetara itu Kemenkominfo mewajibkan IOH untuk memperluas cakupan jaringan minimal sesuai dengan proposal penggelaran jaringan yang diajukan hingga 2025. Kewajiban tersebut merupakan salah satu syarat izin penggabungan kedua perusahaan.
“Kompetisi 4G di luar Jawa akan memanas. Tulang punggung internet beberapa tahun ke depan masih akan bertumpu di 4G, di mana hal ini sudah kami siapkan infrastrukturnya” kata Reza.
Sementara itu beberapa analis juga menilai pertumbuhan Telkom ke depan tidak hanya didorong oleh infrastruktur telekomunikasi yang dimiliki, tetapi juga dari investasi yang digelontorkan kepada perusahaan rintisan potensial.
Sebagai perusahaan telekomunikasi digital, Telkom terus memperkuat tiga pilar digital yaitu infrastruktur, platform dan aplikasi. Investasi yang digelontorkan Telkom ke GoTo tahun lalu senilai US$450 juta akan menuai panen ketika GoTo IPO.
Co Founder Jarvis Asset Management, Kartika Sutandi mengatakan berdasarkan catatannya, Telkom masuk melalui Telkomsel ke Gojek saat valuasi Gojek masih senilai US$10 miliar. Ketika melebur dengan Tokopedia, valuasi GoTo -induk Gojek dan Tokopedia- valuasinya mencapai US$18 miliar.
Kemudian, saat Abu Dhabi Investment Authority (ADIA) menyuntikkan dana senilai US$400 juta atau lebih dari Rp5,6 triliun lewat penggalangan dana pra-IPO, valuasi GoTo sudah mencapai UUS$25 miliar.
"Jika kita asumsikan Telkomsel masuk di valuasi GoTo US$18 miliar, maka yield mereka 44 persen. Tidak ada investasi yang bisa memberikan yield sebesar itu,” kata Kartika.
Sementara itu, Grup GoTo mengumumkan penutupan pertama penggalangan dana pra-IPO mencapai lebih dari Rp18,56 triliun (US$1,3 miliar).
Dana tersebut dihimpun dari sejumlah investor di antaranya Abu Dhabi Investment Authority (ADIA), Avanda Investment Management, Fidelity International, Google, Permodalan Nasional Berhad (PNB), Primavera Capital Group, SeaTown Master Fund, Temasek, Tencent, dan Ward Ferry.
CEO Grup GoTo, Andre Soelistyo mengatakan Indonesia dan Asia Tenggara adalah dua pasar dengan prospek pertumbuhan yang paling menjanjikan di dunia.
Dukungan yang GoTo peroleh menunjukkan kepercayaan yang dimiliki investor terhadap ekonomi digital yang berkembang pesat di kawasan Asia Tenggara dan Indonesia, serta posisi GoTo sebagai pemimpin pasar.
“Permintaan akan layanan kami terus meningkat, dilandasi dengan komitmen kami untuk terus memberikan pilihan, nilai, serta kenyamanan kepada seluruh pelanggan di ekosistem kami,” kata Andre