Bisnis.com, JAKARTA - Emiten pengembang lahan industri PT Jababeka Tbk. mengumumkan penurunan penjualan pada akhir kuartal III/2021 walaupun rugi bersih menyusut.
Berdasarkan laporan keuangan per 30 September 2021, emiten dengan kode saham KIJA tersebut membukukan penjualan dan pendapatan jasa senilai Rp1,65 triliun.
Realisasi itu lebih rendah 9,65 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu senilai Rp1,82 triliun.
Namun, penurunan rugi selisih kurs sebesar Rp75,8 miliar membantu mengurangi rugi bersih perseroan menjadi Rp179,23 miliar dari sebelumnya Rp266 miliar.
Pada saat yang sama, marjin laba kotor konsolidasi KIJA hingga kuartal III/2021 tercatat sebesar 38 persen, turun 3 persen dibandingkan tahun sebelumnya
EBITDA tercatat sebesar Rp448 miliar pada akhir kuartal III/2021 atau turun dibandingkan Rp609,5 miliar pada tahun sebelumnya.
Baca Juga
Sekretaris Perusahaan Jababeka Muljadi Suganda menjelaskan penurunan pendapatan disebabkan oleh penurunan kontribusi dari segmen properti dan pengembangan lahan. Adapun, segmen ini mengalami penurunan sebesar 35 persen menjadi Rp644,5 miliar pada periode Januari - September 2021 dari Rp997,5 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Dari penjualan KIJA, hanya penjualan tanah dan rumah yang menguat sebesar 72,52 persen menjadi Rp115,68 miliar pada periode Januari - September 2021. Sedangkan penjualan tanah matang turun 53,85 persen menjadi Rp322,92 miliar, penjualan ruang perkantoran dan ruko turun 2,64 persen menjadi Rp69,15 miliar.
“Penjualan tanah dari Cikarang menyumbang Rp46 miliar atau 14 persen sedangkan penjualan tanah dari Kendal berkontribusi sebesar Rp274,8 miliar atau 85 persen dari total penjualan tanah matang selama 3 kuartal tahun 2021,” tulis Muljadi dalam siaran pers, Selasa (9/11/2021).
Selanjutnya penjualan apartemen turun 21,06 persen menjadi Rp58,81 miliar, serta penjualan tanah dan bangunan pabrik turun 18,56 persen menjadi Rp33,86 miliar.
Di sisi lain, pendapatan dari segmen infrastruktur yang dikelola KIJA terpantau meningkat. Adapun, pendapatan dari pembangkit tenaga listrik naik 26,10 persen menjadi Rp578,43 miliar, jasa dan pemeliharaan naik 15,16 persen menjadi Rp230,88 miliar, serta dry port naik 19,60 persen menjadi Rp129,44 miliar.
“Pendapatan dari listrik meningkat karena beroperasi lebih banyak dibandingkan periode yang sama tahun 2020, di mana lebih banyak diberlakukan Reserve Shutdown,” tulis Muljadi.
Sedangkan kenaikan pendapatan dry port disebut karena peningkatan throughput dari 44.847 TEU selama sembilan bulan pertama tahun ini menjadi 54.197 TEU di periode yang sama 2021.
Sedangkan, pendapatan dari layanan infrastruktur (air bersih, air limbah, dan pengelolaan kawasan) meningkat 15 persen pada akhir kuartal ketiga ini dibandingkan tahun lalu. Muljadi menjelaskan pendorongnya terutama tahun berasal dari peningkatan pendapatan dari air bersih sebagai akibat dari peningkatan volume air sebesar 9 persen.