Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sudah Diantisipasi, Pasar SBN Cenderung Tahan Hadapi Tapering The Fed

Pergerakan investor asing di pasar obligasi domestik berpengaruh terbatas pada pergerakan SBN dalam jangka pendek.
Karyawan memantau pergerakan harga saham di kantor Mandiri Sekuritas, Jakarta, Rabu (11/10)./JIBI-Abdullah Azzam
Karyawan memantau pergerakan harga saham di kantor Mandiri Sekuritas, Jakarta, Rabu (11/10)./JIBI-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA – Pasar Surat Berharga Negara (SBN) RI dinilai cenderung berdaya tahan kuat dalam menghadapi kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve. 

Vice President of Economist Bank Permata Josua Pardede memperkirakan pengumuman tapering The Fed pada Rabu waktu setempat tidak akan berpengaruh banyak pada pergerakan investor asing di pasar SBN. 

Salah satu alasannya, ungkap Josua, karena pelaku pasar keuangan global yang sudah priced-in terkait rencana tapering oleh The Fed yang berpotensi diumumkan pada rapat FOMC bulan ini.

"Maka pasar keuangan Indonesia cenderung berdaya tahan dalam mengantisipasi dampak dari kebijakan The Fed tersebut,” kata Josua kepada Bisnis, Rabu (3/11/2021).

Selain itu, Josua juga mengungkapkan bahwa pergerakan investor asing di pasar obligasi domestik juga berpengaruh terbatas pada pergerakan SBN dalam jangka pendek. Terutama karena proporsi investor asing yang semakin kecil saat ini.

Josua menyebutkan, per 1 November 2021, investor asing hanya memegang 21,16 persen obligasi dari total SBN yang diterbitkan.

“Rendahnya proporsi investor asing tersebut diperkirakan berdampak pada semakin rendahnya exposure SBN dan nilai tukar pada sentimen luar negeri,” lanjutnya.

Namun Josua mengingatkan bahwa pelaku pasar saat ini perlu mencermati apabila nada kebijakan moneter The Fed yang berpotensi hawkish ke depannya mempertimbangkan potensi peningkatan inflasi AS.

Hal tersebut akan mendorong ekspektasi anggota FOMC terhadap kenaikan suku bunga AS yang lebih cepat dari perkiraan awal.

"Meskipun cenderung berdampak terbatas, kami perkirakan hingga akhir tahun obligasi benchmark 10 tahun diperkirakan bergerak di kisaran 6,2 persen - 6,4 persen, didorong oleh potensi peningkatan yield US Treasury akibat sentimen tapering ataupun inflasi di AS,” papar Josua.

Sementara untuk faktor upside atau faktor pendukung pergerakan yield SBN, kata Josua, antara lain adalah solidnya indikator makroekonomi dan stabilitas keuangan karena fundamental ekonomi Indonesia yang berdaya tahan.

Selain itu lanjutnya hingga akhir tahun risiko suplai SBN/SBSN juga berkurang, serta kebijakan burden sharing SKB III antara pemerintah dan Bank Indonesia (BI) turut mendukung stabilitas pasar SBN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper