Bisnis.com, JAKARTA – Produksi minyak kelapa sawit mentah/crude palm oil (CPO) Malaysia, sebagai negara produsen terbesar kedua dunia, anjlok mencapai titik terendah selama lima tahun. Hal itu terjadi menyusul berkurangnya jumlah pekerja yang berpengalaman.
Kepala Asosiasi Minyak Sawit Malaysia Nageeb Wahab menyebutkan bahwa pada tahun ini produksi CPO di Malaysia turun ke bawah 18 juta ton. Jumlah ini turun 6 persen dari tahun lalu dan volume tahunan terendah sejak 2016.
Minyak sawit, menjadi salah satu pemimpin reli harga minyak nabati di pasaran tahun ini. Rendahnya pasokan di Malaysia dan adanya masalah gagal panen minyak kanola di Kanada, berbenturan dengan kenaikan permintaan di saat perekonomian global mulai kembali dibuka.
Harga CPO terus menerus mencapai rekor, sementara harga minyak kanola juga merangkak ke rekor tertinggi dan minyak kedelai juga mencapai puncaknya selama 13 tahun pada Mei.
“Bahkan sebelum pandemi, kami sudah kesulitan karena rendahnya jumlah pekerja, terutama para pemanen, tapi kondisinya tak pernah seburuk ini. Penyusutan tenaga kerja dan pasokan terus memburuk dari bulan ke bulan. Jumlah pekerja yang anjlok akhirnya berdampak ke pasokan,” ujar Nageeb, dilansir Bloomberg, Senin (25/10/2021).
Nageeb menambahkan, hasil panen sawit Malaysia diperkirakan berlanjut turun hingga akhir tahun dan tetap rendah setidaknya sampai kuartal pertama 2022.
Baca Juga
Produksinya diperkirakan baru bisa menguat pada kuartal kedua, tapi jika kondisinya dari para pemanen, termasuk 32.000 pekerja asing yang dibutuhkan, sudah boleh kembali masuk ke Malaysia.
Di samping itu, kurangnya pekerja yang berpengalaman membuat banyak buah sawit yang busuk di pohon, sehingga mencegah harga CPO reli ke posisi rekor meskipun pasokan anjlok.
Produksi CPO selama 20 hari pada Oktober turun 3,3 persen dibandingkan dengan pada bulan sebelumnya. Harga patokan CPO Malaysia turun 1 persen ke 4.973 ringgit per ton pada perdagangan Senin (25/10/2021), dibandingkan dengan rekor 5.220 ringgit per ton pada pekan lalu.
“Kami tak pernah mencapai puncak produksi tahun ini karena kehilangan banyak buah yang tidak dipanen,” kata Nageeb.
Dia menyebutkan industri CPO Malaysia kehilangan 20 persen-30 persen potensi produksi tahun ini dan bisa kehilangan pendapatan sekitar 20 miliar ringgit, atau dua kali lipat dibandingkan dengan tahun lalu.
Terkait pekerja, Perdana Menteri Malaysia Ismail Sabri Yaakob telah menawarkan bantuan terkait penyusutan tenaga kerja dengan memperbolehkan pekerja migran yang sudah vaksin penuh untuk masuk ke industri sawit meskipun kuotanya belum diputuskan.