Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah analis meyakini pergerakan imbal hasil (yield) Surat Utang negara (SUN) Indonesia di sisa tahun 2021 akan tetap optimal dengan adanya sejumlah katalis dari dalam negeri.
Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Handy Yunianto mengatakan pergerakan imbal hasil SUN Indonesia masih berpotensi menguat hingga akhir tahun. Menurutnya, peluang imbal hasil SUN Indonesia berada di bawah level 6 persen pada akhir tahun juga masih cukup terbuka.
“Saya masih yakin yield SUN Indonesia bisa berada di kisaran 5,75 persen hingga 6 persen pada akhir 2021,” katanya saat dihubungi pekan ini.
Handy memaparkan, outlook positif pergerakan yield tersebut utamanya ditopang oleh sejumlah sentimen positif dari dalam negeri. Memasuki akhir tahun, pasokan surat berharga negara (SBN) Indonesia diprediksi akan semakin berkurang seiring dengan realisasi defisit anggaran pada tahun ini juga diprediksi akan lebih rendah dari target.
Selain itu, kondisi pasar SUN juga didukung oleh kelanjutan burden sharing antara pemerintah dengan Bank Indonesia atau yang disebut sebagai SKB III. Dalam kesepakatan tersebut, BI akan melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp215 triliun di 2021 dan Rp224 triliun di 2022.
Di sisi lain, kondisi perekonomian Indonesia sejauh ini juga cenderung positif ditengah kondisi pandemi virus corona. Hal tersebut tercermin dari sejumlah rilis data yang menunjukkan hasil-hasil optimal.
Baca Juga
“Inflasi masih tetap rendah, data current account deficit juga relatif rendah, sehingga FX reserve mencatatkan rekor tertinggi sepanjang masa. Ini mendukung stabilitas rupiah ke depannya dan juga pasar SUN Indonesia,” jelasnya.
Sementara itu, Director & Chief Investment Officer Fixed Income Manulife Aset Manajemen Ezra Nazula mengungkapkan katalis positif yang ada pada kuartal III/2021 masih akan berlanjut di kuartal akhir 2021 ini.
Ezra mengungkapkan pasar obligasi di kuartal III/2021 mencatatkan kinerja positif 3,07 persen berdasarkan data BINDO index.
Menurutnya kinerja tersebut didorong oleh beberapa katalisnya antara lain likuiditas yang melimpah di perbankan. Kemudian penurunan suplai obligasi pemerintah dengan diperpanjangnya burden sharing oleh Bank Indonesia (BI).
Oleh sebab itu, pada tiga bulan terakhir 2021, Ezra melihat akan berlanjutnya katalis tersebut. Dia mencontohkan, target issuance pemerintah di kuartal IV/2021 jauh lebih rendah dibanding kuartal sebelumnya.
Meski saat ini jelasnya pasar sedang mengalami konsolidasi dengan adanya volatilitas yield US Treasury yang menembus 1,5 persen. Di mana hal tersebut menurutnya menyebabkan risk off sementara.
Akan tetapi lanjutnya, setelah terjadi equilibrium baru dan stabilitas imbal hasil US Treasury maka pasar obligasi dapat kembali marak.
“Yield [SUN Indonesia seri acuan 10 tahun] dapat turun ke arah 6 persen dan dibawah itu dengan kondisi makro yang suportif dan potensi inflow asing,” papar Ezra.