Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Melemah Tipis saat Dolar AS Tertekan

Pukul 9.10 WIB terpantau rupiah melemah 18 poin atau 0,13 persen menjadi Rp14.263 per dolar AS.
Karyawan menghitung mata uang rupiah di salah satu cabang MNC Bank, Jakarta. Bisnis/Abdullah Azzam
Karyawan menghitung mata uang rupiah di salah satu cabang MNC Bank, Jakarta. Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kembali melemah pada awal perdagangan Rabu (15/9/2021).

Mengutip data Bloomberg, pukul 9.10 WIB terpantau rupiah melemah 18 poin atau 0,13 persen menjadi Rp14.263 per dolar AS. Sementara, indeks dolar AS juga masih mengalami pelemahan 0,036 poin atau 0,04 persen ke 92,639.

Tim Riset Monex Investindo Futures (MIFX) memperkirakan dolar AS akan bergerak di dalam tekanan pada hari ini lantaran data menunjukkan kenaikan inflasi AS yang kurang dari perkiraan bulan lalu.

“Ini menciptakan ketidakpastian tentang waktu pengurangan pebelian aset oleh Federal Reserve,” tulis tim riset MIFX dalam riset harian.

Beberapa pejabat Fed telah menyarankan bank sentral AS dapat mengurangi pembelian surat utang pada akhir tahun, tetapi mengatakan kenaikan suku bunga akhirnya tidak akan terjadi untuk beberapa waktu.

The Fed juga akan mengadakan pertemuan kebijakan moneter pekan depan, dengan investor tertarik untuk mengetahui apakah pengumuman tapering akan dibuat.

Sebelumnya, Vice President Economist Bank Permata Josua Pardede memperkirakan nilai tukar rupiah pada hari ini akan melemah lantaran pergerakan rupiah cenderung didominasi oleh hasil dari inflasi AS bulan Agustus 2021 yang akan dirilis dini hari.

“Seiring dengan proyeksi inflasi yang cenderung meningkat, diperkirakan rupiah akan melemah, dan bergerak di kisaran Rp14.225 - Rp14.325 per dolar AS,” papar Josua pada Selasa (14/9/2021).

Josua pun memperkirakan neraca perdagangan Indonesia pada Agustus 2021 akan membukukan surplus sebesar UUS$2,68 miliar, meningkat dari bulan sebelumnya. Pada Juli 2021, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan mengalami surplus sebesar US$2,59 miliar.

Sementara itu, penerbitan Surat Utang Negara (SUN) Sustainable Development Goals (SDG) dalam mata uang Euro dipercaya berpotensi mendorong penguatan rupiah dalam jangka menengah, meskipun tidak terlalu signifikan.

Josua menjelaskan hal tersebut dikarenakan metode yang diberlakukan oleh pemerintah adalah SEC-Registered Shelf Take-Down. Melalui metode tersebut ungkapnya, permintaan investor asing cenderung tidak akan meningkat signifikan dalam waktu singkat.

“Meskipun demikian, di jangka menengah, penerbitan ini berpotensi meningkatkan devisa dan mendorong penguatan rupiah,” ujar Josua.

Berdasarkan siaran pers dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan pada Selasa (14/9/2021), transaksi ini merupakan penerbitan SDG bond konvensional pertama di Asia senilai 500 juta euro.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper