Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Utama PT Bukalapak.com (BUKA) Rachmat Kaimuddin melihat ekonomi digital akan meleburkan antara bisnis offline dengan online.
Dalam siaran langsung di Instagram bersama Pandu Sjahrir, Bos Bukalapak itu mengatakan semua bisnis tidak mungkin berubah menjadi online. Begitu juga sebaliknya, karena masyarakat memiliki porsi masing-masing.
"Manusia punya panca indera yang menginginkan live experience, jadi tidak semua akan berubah menjadi daring. Ekonomi akan maju ketika keduanya tumbuh bersama," katanya Jumat (20/8/2021).
Rachmat menambahkan keduanya kini sama penting untuk bisa dibangun bersama. Jadi ekonomi tidak hanya bertumpu pada sektor digital.
Berdasarkan prospektus yang diterbitkan oleh perseroan, BUKA menguasai pangsa pasar sekitar 14,8 persen dari seluruh segmen e-commerce di Indonesia pada 2020. Namun, untuk kategori kota non-tingkat 1 di Indonesia, BUKA memegang pangsa pasar sebesar 35 persen pada tahun 2020 berdasarkan gross merchandise value (GMV).
Manajemen BUKA membidik peritel mikro dan sejenisnya di segmen UMKM melalui program Mitra Bukalapak.
Baca Juga
Komisaris Utama Bukalapak.com Bambang Brodjonegoro mengatakan perseroan berkomitmen untuk memberikan dampak yang luas bagi pertumbuhan ekonomi digital Indonesia. Selain itu, BUKA menargetkan ceruk pasar UMKM sebagai mitra tumbuh bersama.
“Bukalapak menjadi perusahan teknologi pertama Indonesia yang memberikan akses kepada siapapun untuk berkembang bersama untuk menajukan UMKM sehingga dapat mewujudkan perekonomian yang adil bagi semua,” katanya.
Di sisi lain, Analis Sucor Sekuritas Paulus Jimmy mengatakan saat ini BUKA memang masih membukukan rugi bersih. Namun, dengan memperkuat segmen offline to online (o2o) ada kemungkinan performa buruk itu akan tergantikan.
“Ke depan bisnis utama Bukalapak akan difokuskan pada o2o dengan platform Mitra Bukalapak. Mereka akan menggandeng warung untuk diubah menjadi toko modern,” katanya kepada Bisnis pada Jumat (6/8/2021).
Jimmy menilai segmen bisnis o2o lebih sehat dan berpotensial dibandingkan dengan bisnis e-commerce. Pasalnya, di Indonesia terdapat 64 juta UMKM ritel dengan biaya akuisisi yang rendah. Sementara dalam industri e-commerce setiap perusahaan berupaya menarik konsumen dengan membakar uang.
Maka itu, Paulus menilai segmen o2o BUKA memiliki peluang tumbuh yang signifikan dengan modal yang kecil. Sejauh ini ada 6,9 juta e-warung yang terdaftar sebagai Mitra Bukalapak yang berkontribusi atas 27 persen total processing value (TPV).
Sejak 2018, pendapatan segmen Mitra Bukalapak naik dari posisi Rp14,8 miliar menjadi Rp198,8 miliar pada akhir 2020. Selain itu, secara valuasi metriks EV/GMV BUKA hanya 0,75, lebih rendah dibandingkan emiten e-commerce lain di dunia.