Bisnis.com, JAKARTA — Ramai digadang-gadang bakal jadi penopang laju IHSG sejak IPO, saham startup unikorn pertama yang melantai di BEI, PT Bukalapak.com (BUKA) melempem dalam dua hari terakhir. Selama dua etape beruntun, harga saham BUKA amblas hingga menyentuh batas auto reject bawah (ARB).
Dibanderol dengan harga Rp965 per saham pada sesi terakhir Kamis (12/8/2021), kini BUKA malah berjarak tipis dengan harga penawaran awal Rp850 per saham pada pekan lalu. Padahal, di dua sesi awal sejak listing, BUKA sempat dua kali menembus auto reject atas (ARA).
1.Saham BUKA Anjlok, Mungkinkah Investor Ritel Jera di IPO Startup?
Fluktuasi tersebut kemudian menjadi sinyal bagi para investor, khususnya investor ritel agar tidak mudah termakan gembar-gembor alias euforia sesaat. Nasib harga saham emiten ini dalam beberapa hari ke depan agaknya juga akan menentukan gairah investor publik menyambut IPO startup unikorn lainnya pada kemudian hari.
Pembahasan lanjutannya dapat Anda baca di sini.
Karyawan melintas di dekat layar pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (29/6/2021)./Bisnis-Fanny Kusumawardhani
2. Misteri Investor Penjual Saham Bukalapak (BUKA), Ada Pemegang Existing?
Rontoknya harga saham BUKA pada dua hari perdagangan terakhir bukan saja menyisakan pembelajaran, tetapi juga misteri. Penurunan di tengah euforia di kalangan publik yang masih tinggi memunculkan dugaan adanya pemegang saham eksisting yang melakukan aksi jual dalam beberapa hari terakhir.
Sebelum IPO, manajemen BUKA memang sempat menjanjikan bahwa ada sejumlah investor besar yang mengikat perjanjian agar tidak melepas sahamnya terlebih dahulu dalam kurun tertentu.
Namun, bukan berarti kesepakatan tersebut mengikat semua investor eksisting. Sebab, masih ada sekitar 22 pemegang saham eksisting yang tak terikat pada perjanjian tersebut.
Analis dan pakar pun turut menguatkan dugaan tersebut. Paparan selengkapnya dapat Anda baca di sini.
Direktur Utama yang baru PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) Anindya Novyan Bakrie (kiri) dan pejabat lama Bobby Gafur Umar melakukan salam komando usai RUPSLB, di Jakarta, Kamis (16/5/2019)./ANTARA FOTO-Audy Alwi
3. Harap Cemas Bakrie (BNBR) Pada Proyek Pipa Gas Rp2,89 Triliun
Emiten minyak dan gas (migas) Grup Bakrie, PT Bakrie & Brothers Tbk. (BNBR), memang baru ketiban durian runtuh. Pekan lalu, perseroan mendapat hak khusus untuk menggarap proyek pipa gas transmisi Cirebon-Semarang (Cisem).
Namun, kini kekhawatiran muncul. Sebab PT Rekayasa Industri, pihak yang sebelumnya sempat ditunjuk sebagai penggarap proyek sebelum dialihkan kepada BNBR, menyebut bahwa proyek yang dimaksud tidak ekonomis.
Kementerian ESDM, di sisi lain, membantah anggapan tersebut.
Lantas, bagaimana nasib BNBR? Lebih lengkapnya dapat Anda baca di sini.
Alat berat beroperasi di kawasan penambangan batu bara Desa Sumber Batu, Kecamatan Meureubo, Aceh Barat, Aceh, Rabu (8/7/2020).ANTARA FOTO-Syifa Yulinnas
4. Harga Batu Bara Berlayar, Cuan Emiten Pelayaran Angkat Sauh
Tren penguatan harga batu bara pada tahun ini rupanya bukan cuma berkah bagi perusahaan penambang dan pengolah komoditas tersebut.
Emiten-emiten pelayaran, yang kerap kali mendapat orderan mengangkut komoditas tersebut, diproyeksi para analis juga akan ketiban cuan.
Saat ini, di bursa, ada beberapa perusahaan pelayaran yang sudah go public. Seperti contohnya PT Samudera Indonesia Tbk. (SMDR), PT Mitrabahtera Segara Sejati Tbk. (MBSS), PT Sillo Maritime Perdana Tbk. (SHIP), hingga PT Wintemar Offshore Marine Tbk. (WINS).
Ulasan lebih lanjut tentang kondisi terkini emiten-emiten tersebut dapat Anda baca di sini.