Bisnis.com, JAKARTA – Green sukuk merupakan bagian dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang digunakan untuk memenuhi sebagai dari target pembiayaan APBN.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman menuturkan green sukuk atau sukuk hijau merupakan salah satu inovasi pemerintah dalam menerbitkan instrumen pembiayaan untuk proyek berbasis hijau, sehingga dapat merangkul investor yang lebih luas.
Lebih lanjut, Luky menjelaskan green sukuk adalah gabungan antara instrumen investasi yang mengedepankan proyek berbasis hijau dan sukuk berbasis syariah.
"Green investor banyak belum tahu sukuk sisi lain investor sukuk yang kurang care dengan elemen green, jadi kita mengkombinasikan dua instrumen dengan karakter yang berbeda sehingga memperkaya instrumen tersebut," jelas Luky kepada Bisnis, Senin (9/8/2021).
Instrumen pembiayaan yang mengedepankan proyek hijau ini pertama kali diluncurkan untuk menyasar investor global pada 2018 dengan nama Global Green Sukuk.
Melihat tingginya minat investor terhadap Global Green Sukuk, pada 2019 pemerintah menerbitkan sukuk hijau untuk retail. Sukuk hijau untuk retail ini juga sudah ditawarkan secara daring melalui platform digital.
Baca Juga
Lucky mengatakan dana yang terhimpun akan digunakan untuk tiga sektor yakni sektor sustainable transportation, resilience for climate change, dan waste management.
“Contohnya untuk sustainable transportation, saat ini Indonesia masih bergantung pada kendaraan pribadi kita mencoba mendorong proyek yang berfokus pada penggunaan transportasi publik misalnya MRT,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Luky menegaskan bahwa green sukuk merupakan instrumen pembiayaan APBN secara keseluruhan bukan berdasarkan sebuah proyek atau project bond.
“Kalau green sukuk ini menggunakan project underlying, keuntungannya kita alternatif atau fleksibilitas kalau misalnya ada satu proyek yang gak jalan, kita bisa ganti dengan proyek yang lain,” pungkasnya.