Bisnis.com, JAKARTA — Para manajer investasi memanfaatkan momentum berburu dana kelolaan di tengah minat terhadap produk reksa dana berisiko sedang dan rendah yang meningkat.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan, nilai aktiva bersih (NAB) produk reksa dana pendapatan tetap per akhir Juni 2021 tercatat sebesar Rp143,24 triliun, naik 2,94 persen dari posisi akhir Desember 2020 lalu yang sebesar Rp139,15 triliun.
Dana kelolaan tersebut tumbuh 27,07 persen secara tahunan, dibandingkan Rp112,73 triliun per akhir Juni 2020. Pun, jika ditarik lebih jauh, NAB reksa dana per akhir Juni 2021 tumbuh 34,57 persen dibanding posisi akhir Juni 2018.
Tren serupa juga terlihat pada NAB produk reksa dana pasar uang. Per akhir Juni 2021, dana kelolaan produk reksa dana pasar uang sebesar Rp104,19 triliun, naik 9,15 persen dari posisi Rp94,55 triliun per akhir Desember 2020.
Begitu pula jika dihitung secara tahunan, NAB reksa dana pasar uang melesat 61,40 persen dari NAB per Juni 2020 yang sebesar Rp63,94 triliun. Pun, NAB produk reksa dana pasar uang tumbuh hingga 99,01 persen jika dibandingkan per Juni 2018 yang sebesar Rp51,56 trilun.
Chief Investment Officer KISI Asset Management Susanto Chandra mengatakan saat ini KISI AM juga mencatat tren peningkatan minat investasi pada produk reksa dana dengan risiko rendah seperti reksa dana pasar uang.
Baca Juga
“Kami juga memberikan program promosi di agen-agen distributor reksadana kami dan tetap berusaha menjaga imbal hasil reksa dana pasar uang kami di atas rata-rata suku bunga deposito,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (26/7/2021)
Dia juga mengaku tak terlalu mempermasalahkan besaran biaya pengelolaan dana (management fee) produk reksa dana pasar uang dan pendapatan tetap yang cenderung lebih rendah dari produk reksa dana berbasis saham.
Menurutnya, karena MI juga memperoleh fee dari asset under management (AUM) reksa dana, selama tak terjadi penurunan dana kelolaan secara signifikan, maka pendapatan bisnis perusahaan tidak terganggu.
“Di KISI AM sendiri mengalami peningkatan AUM pada reksa dana pasar uang dan ETF sepanjang tahun 2021, sehingga secara pendapatan tahun ini lebih besar dibandingkan dengan tahun sebelumnya,” ujar Susanto.
Terpisah, Direktur Utama PT Pinnacle Persada Investama Guntur Putra menuturkan bahwa masing-masing MI memiliki momentum tersendiri dalam memanfaatkan tren yang berkembang di pasar, salah satunya tergantung dari kelebihan setiap MI.
“Ada MI yang memang unggul di jenis kelas asset tertentu, untuk di Pinnacle produk kami sudah cukup lengkap untuk memenuhi kebutuhan investor di setiap jenis risiko dan kelas asset dan kebetulan untuk year to date reksa dana berbasis pendapatan tetap memang memiliki growth yang cukup besar,” tuturnya kepada Bisnis, Senin (26/7/2021)
Dia juga mengamini bahwa dari sisi management fee untuk reksa dana pendapatan tetap dan reksa dana pasar uang di pasar memang memiliki kecenderungan lebih rendah dibandingkan dengan reksa berbasis saham.
Namun, di lain pihak dari sisi bisnis MI juga dapat mengoptimalkan pendapatan untuk pengelolaan reksa dana berbasis pendapatan tetap dan pasar uang. Sementara untuk reksa dana pendapatan tetap, akan tergantung pula strategi kerumitan pengelolaan suatu produk.
“Jika memang fee-nya lebih rendah karena tingkat kesulitan pengelolaan, harus bisa diseimbangi dengan volume AUM juga untuk lebih optimal,” pungkas Guntur.