Bisnis.com, JAKARTA – Minat investor asing masuk ke pasar modal Indonesia kembali naik. Melihat kondisi ini, pengamat lantas memaparkan beberapa sentimen penyebabnya.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Jumat (23/7/2021), investor asing membukukan jual bersih atau net sell senilai Rp117,22 miliar. Sejak awal tahun, investor asing melakukan aksi net buy sebanyak Rp18,74 triliun.
Walaupun pada hari ini investor asing justru banyak melakukan aksi jual, akan tetapi dalam beberapa hari belakang ini tengah aktif melakukan aksi beli, pada Kamis (22/7/2021) tercatat, aksi beli bersih investor asing sebesar Rp811,65 miliar.
Tren kenaikan aksi beli ini juga dapat dilihat dari laporan mingguan BEI. Jika ditelusuri, pada periode perdagangan 5 - 9 Juli 2021, masih tercatat aksi jual bersih asing sebesar Rp537,07 miliar.
Lalu pada periode 12 - 16 Juli 2021, berbalik menjadi aksi beli bersih investor asing. Di mana BEI membukukan lonjakan net buy asing dalam sepekan sebanyak Rp1,89 triliun. Kemudian berdasarkan data Bloomberg, dalam pekan ini investor asing tercatat melakukan net buy sebanyak Rp1,16 triliun.
Guru Besar Keuangan dan Pasar Modal Universitas Indonesia Budi Frensidy mengungkapkan masuknya investor asing salah satu penyebabnya adalah banyak saham-saham berkapitalisasi pasar besar atau big caps di bursa saat ini yang murah ditambah dengan harga saham bukan big caps menurut Budi terlalu mahal.
Baca Juga
Setelah itu, Budi memaparkan bahwa sudah tingginya valuasi saham di bursa lainnya di luar Indonesia, membuat investor asing kemudian melirik pasar modal Indonesia.
Ditambah lagi, Budi mengatakan adanya antisipasi pertumbuhan ekonomi yang kemudian akan memberikan sentimen positif jika pandemi Covid-19 di dalam negeri mereda dalam 2 - 4 bulan mendatang.
“Tambahannya, harga komoditas andalan Indonesia yaitu CPO [crude palm oil] dan batu bara sedang tinggi-tingginya,” paparnya saat dihubungi Bisnis, Jumat (23/7/2021).
Dia menjelaskan petani sawit dan para pekerja atau pengusaha tambang kini sedang dibanjiri daya beli yang tinggi sehingga harga minyak sawit dan batu bara meningkat dan berdampak positif untuk industri terkait, seperti otomotif.
Kenaikan harga minyak sawit diprediksi Budi akan bertahan minimal hingga akhir tahun, walaupun pada September hingga Desember biasanya ada masa peak crop.
“Ini karena India menurunkan tarif bea masuk untuk CPO agar bisa impor lebih banyak untuk mengantisipasi perayaan di bulan September. Di bulan November juga ada hari besar pesta Deepavali,” jelas Budi.
Budi menjelaskan, di saat yang bersamaan produksi dari dua eksportir terbesar CPO turun. Indonesia mengalami penurunan ekspor minyak 6 persen dan Malaysia mengalami penurunan lebih besar karena menurut Budi kekurangan tenaga kerja dari Asia Selatan akibat lockdown karena pandemi ini.
Kondisi tersebut menurut Budi patut dimanfaatkan oleh Indonesia sebagai eksportir dua komoditas ini. Dia mewanti-wanti bahwa ada peluang harga minyak sawit terkoreksi jika supply dari Malaysia mengalami peningkatan kalau mereka lebih dulu bisa mengatasi pandemi dibandingkan dengan Indonesia.
Faktor-faktor di ataslah menurut Budi yang menjadi penarik investor asing ke pasar modal Indonesia. Terkait hal masuknya investor asing ini, Budi menilai bahwa pastinya ini berpengaruh baik untuk indeks dan rupiah di Tanah Air selama hal ini tidak bersifat sementara.
Menurutnya agar ini bersifat jangka panjang, ke depan yang akan membuat investor asing bertahan di pasar modal Indonesia adalah membaiknya laporan keuangan masing-masing emiten disertai dengan naiknya laba emiten-emiten dan juga stabilnya tingkat bunga dan rupiah.
Di sisi lain, investor menurut Budi perlu untuk mengantisipasi perkembangan pandemi Covid-19 di Indonesia. Menurutnya, jika pandemi tidak mereda hingga akhir tahun sementara di negara-negara lain sudah normal maka itu akan berdampak buruk bagi perdagangan.