Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ingin Topang Industri Kendaraan Listrik, PAM Mineral (NICL) Terus Cari Cadangan Nikel Baru

Perseroan melihat peluang menjanjikan pada pertambangan nikel berkadar rendah. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan kebutuhan baterai untuk bahan bakar kendaraan listrik.
Emiten pertambangan nikel PT PAM Mineral Tbk. (NICL) resmi melakukan pencatatan saham perdana pada Jumat (9/7/2021), dan menjadi perusahaan tercatat ke-26 pada tahun ini.
Emiten pertambangan nikel PT PAM Mineral Tbk. (NICL) resmi melakukan pencatatan saham perdana pada Jumat (9/7/2021), dan menjadi perusahaan tercatat ke-26 pada tahun ini.

Bisnis.com, JAKARTA – Emiten tambang, PT PAM Mineral Tbk (NICL) terus mencari cadangan tambang nikel baru guna menjadi penyuplai nikel untuk kebutuhan industri kendaraan listrik pada tahun mendatang.

Direktur Utama PAM Mineral Ruddy Tjanaka melihat satu peluang yang cukup menjanjikan pada pertambangan nikel berkadar rendah. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan kebutuhan baterai untuk bahan bakar kendaraan listrik.

Di sisi lain, permintaan bijih nikel berkadar tinggi juga terus mengalami peningkatan, terutama karena adanya industri pengolahan atau smelter yang ada. Permintaan nikel dengan kadar tinggi juga cukup stabil Sementara permintaan pasar nikel  berkadar rendah juga, sudah kembali mulai meningkat.

"Adanya industri baterai nasional seiring tumbuhnya Smelter dgn teknologi Hidrometalurgi akan meningkatkan kinerja perusahaan dengan diserapnya Nikel kadar rendah yg diproduksi perseroan. Ini yang kita harapkan bersama," kata Ruddy, Kamis (15/7/2021).

Dia mengatakan, stabilnya industri pengolahan atau smelter, menjadi peluang yang cukup menjanjikan bagi industri bijih nikel. Dia optimistis permintaan bijih nikel dengan kadar tinggi akan meningkat. Apalagi dengan ekspansi di smelter yang ada, terutama di daerah-daerah yang dekat dengan tambang Perseroan.

"Tentu kita optimistis perkembangan ke depan itu kebutuhan ore nikel bisa melebihi 7-8 juta ton per bulan," kata dia.

Sementara itu, dengan eksplorasi yang terus menerus dilakukan, Perseroan berkeyakinan bahwa ke depan Perseroan dan anak  perusahaan masih memiliki sumber daya sekitar 28 juta ton lebih bijih nikel.

Dari 28 juta ton bijih nikel tersebut, lanjut Ruddy, tidak semua memiliki kadar tinggi namun juga terdapat bijih nikel dengan kadar rendah. Perseroan saat ini telah melakukan penjualan bijih nikel kadar rendah ke smelter yang ada.

Untuk jangka menengah dan jangka panjang Perseroan memiliki strategi menambah cadangan dengan melalui  akuisisi atau maupun mencari tambang baru, dia berharap dapat mengerek kinerja perseroan dengan growth yang lebih tinggi lagi kedepannya.

Untuk rencana jangka pendek, perseroan akan memenuhi target Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) sebanyak 1,8 juta ton bijih nikel. "Tambang nikel ini tergantung cuaca, jadi kita berharap cuaca mulai bersahabat, sehingga kita bisa produksi lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan smelter ke depan," ujar Ruddy.

Lebih lanjut, Ruddy menjelaskan, jumlah pasokan nikel terbatas saat ini di sisi lain permintaan bijih nikel semakin meningkat terutama dari industri kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV). Market share untuk kendaran listrik (EV) yang akan meningkat dari 2,5 persen pada tahun 2019 menjadi 10 persen pada tahun 2025.

Market share untuk industri EV diprediksikan akan meningkat menjadi 28 persen pada 2030 dan 58 persen pada 2040. Pada 2019, konsumsi nikel untuk bahan baku baterai mencapai 7 persen dari total konsumsi global.

Diperkirakan pada 2022, permintaan nikel akan melebihi pasokan/supply yang ada. "Potensi yang besar bagi Perseroan untuk bertumbuh mengingat saat ini baru sebagian kecil dari area yang sudah dieksploitasi," katanya.

NICL menilai peluang bisnis nikel ke depan cukup menjanjikan. Hal ini disebabkan oleh tingginya permintaan bijih nikel di pasar domestik dimana hal ini juga didukung oleh pemerintah yang akan mengembangkan industri dan ekosistem kendaraan listrik melalui pembentukan holding BUMN baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC) kerjasama dengan produsen mobil listrik dunia yaitu LG Chem (Korea) dan CATL  (China).

Seperti diketahui, pabrik baterai mobil listrik milik PT Industri Baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC) dan Konsorsium LG serta CATL untuk mobil listrik akan mulai melakukan peletakan batu pertama atau groundbreaking pada akhir Juli 2021.

Selanjutnya, pabrik baterai tersebut diharapkan akan mulai beroperasi pada 2023. Dimana nikel dengan kadar rendah banyak dibutuhkan untuk kebutuhan campuran dengan jenis logam Kobalt sebagai bahan baku untuk baterai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper