Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ketegangan OPEC+ Meningkat, Minyak Brent Bertahan di Atas US$76 per Barel

Pada pukul 07.26 WIB, minyak mentah Brent melemah 0,2 persen atau 0,15 poin ke level US$76,02 per barel di ICE Futures Exchange.
Ilustrasi. Kapal tanker pengangkut minyak./Bloomberg
Ilustrasi. Kapal tanker pengangkut minyak./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak Brent bertahan di atas US$76 per barel menjelang putaran pembicaraan OPEC+ untuk memecahkan kebuntuan atas peningkatan produksi.

Berdasarkan data Bloomberg pada Senin (5/7/2021) pukul 07.26 WIB, minyak mentah Brent melemah 0,2 persen atau 0,15 poin ke level US$76,02 per barel di ICE Futures Exchange.

Sementara itu, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) melemah 0,19 persen atau 0,14 poin ke level US$75,02 per barel pada pukul 08.26 WIB.

Dilansir Bloomberg, negosiasi OPEC+ akan dilanjutkan Senin malam setelah berakhir Jumat tanpa kesepakatan peningkatan produksi karena tuntutan dari Uni Emirat Arab untuk persyaratan yang lebih menguntungkan.

Kebuntuan atas negosiasi ini menyebabkan perselisihan diplomatik yang jarang terjadi antara Arab Saudi dan UEA. Pelaku pasar kini menerka berapa banyak minyak yang akan dilepas bulan depan.

“Ini adalah keseluruhan kelompok melawan satu negara. Ini menyedihkan bagi saya, tetapi inilah kenyataannya,” kata Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman, dilansir Bloomberg, Minggu (4/7/2021).

Minyak mentah Brent melonjak lebih dari 8 persen sepanjang bulan lalu, menutup reli panjang pada semester pertama tahun 2021 yang didorong oleh pemulihan permintaan yang stabil di negara-negara ekonomi utama termasuk AS, Eropa dan China.

Penguatasn tersebut juga didukung oleh kebijakan OPEC+ yang menjaga ketat pasokan. Di sisi lain, kenaikan harga energi memicu kekhawatiran mengenai inflasi, dan Gedung Putih sudah menyuarakan keprihatinan tentang kenaikan harga bensin.

Sebagian besar anggota OPEC+ mendukung usulan peningkatan produksi sebesar 400.000 barel per hari setiap bulan mulai Agustus, dan mendorong kembali berakhirnya kesepakatan pasokan yang lebih luas hingga akhir 2022.

Namun, UEA berusaha mengubah baseline yang digunakan untuk menghitung kuota produksi. Langkah ini memungkinkan UEA meningkatkan produksi harian sebesar 700.000 barel. UEA juga menolak untuk mendukung perpanjangan kesepakatan.

Analis komoditas senior Australia and New Zealand Banking Group Ltd. Daniel Hynes mengatakan pasar cenderung karena persatuan di antara anggota OPEC tampaknya melemah.

“Pasarnya ketat. Bahkan dengan sedikit peningkatan dari OPEC+, kami melihat persediaan terus berkurang di paruh kedua tahun ini,” ungkap Hynes.

Morgan Stanley mencatat, dengan permintaan minyak harian global akan meningkat sebesar 3 juta barel dari periode Mei-Juni hingga Desember 2021, dan hanya ada peningkatan pasokan di tempat lain, kenaikan yang diusulkan dari OPEC+ kemungkinan akan membuat pasar tetap defisit.

Dengan defisit ini , harga minyak Brent diperkirakan naik dalam kisaran US$75 hingga US$80 per barel pada paruh kedua tahun ini.

Kegagalan OPEC+ untuk setuju menaikkan produksi dapat semakin menekan pasar, sementara perbedaan pendapat dapat mengakibatkan harga jatuh bebas, seperti yang terjadi selama perang harga antara sekutu tahun lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper