Bisnis.com, JAKARTA — Raut wajah Saptari Hoedaja tampak emosional saat menanggapi pertanyaan dari salah satu investor pada acara paparan publik insidentil terkait hasil rights issue PT Bumi Resources Tbk. yang kurang memuaskan.
“Dimana para pemegang saham saat kami sulit?” tanya Presiden Direktur emiten berkode saham BUMI itu, hampir tujuh tahun silam atau tepatnya Senin (6/10/2014).
Dia kemudian diam sejenak. “Lihat ini, publik hanya menyerap 11,4 juta lembar saham. Dimana dukungan para pemegang saham. Saat kondisi sedang baik, semua ada, tetapi sekarang dimana mereka?” tanyanya kembali.
Para investor, analis, dan awak media yang hadir di ruang Avara Lounge, Epicentrum Walk, Kuningan yang menjadi tempat penyelenggaraan public expose itu hanya terdiam dan larut dalam suasana penuh emosi.
Saat itu hadir juga Andrew C. Beckham, Kenneth P. Farrel, dan R.A. Sri Dharmayanti, yang masing-masing menjabat direktur Bumi, serta Dileep Srivastava, Sekretaris Perusahaan Bumi.
Kekecewaan Saptari, yang kerap dipanggil dengan Ari, membuncah saat dicecar pertanyaan dari para investor yang sebagian besar merupakan investor ritel. Awalnya, Saman, salah seorang investor yang hadir pada acara tersebut, mempertanyakan pembatalan penerbitan saham baru senilai US$275 juta.
Baca Juga
Pada awalnya, dana hasil rights issue itu akan digunakan untuk pembayaran utang kepada beberapa kreditur perseroan, a.l. Axis Bank Limited, Credit Suisse cabang Singapura, Deutsche Bank AG cabang Singapura, WestLB AG cabang Singapura, UBS AG cabang London, serta China Development Bank (CDB).
Ari yang semula duduk kemudian berdiri dan menumpahkan kekecewaannya di hadapan para investor terkait pembatalan sebagian besar penerbitan saham baru (rights issue) karena kekurangan permintaan (undersubscription).
Selain itu, akibat alasan yang sama, BUMI juga membatalkan dua bagian penerbitan saham baru lainnya yaitu US$48 juta dan US$32,5 juta, yang semula akan digunakan untuk membayar Profex Energy Ltd. sebagai kontraktor proyek Gallo Oil (Jersey) Limited dan kepada PT Sumagud Sinar Sapta untuk proyek Gorontalo Minerals.
“Kami sedang menegosiasikan kembali dengan para kreditur untuk opsi pelunasan utang tersebut,” ujar Ari.
Sebagai informasi, perusahaan batu bara di bawah kendali Grup Bakrie itu hanya mendapatkan dana Rp3,6 triliun, atau hanya separuh dari rencana awal rights issue Rp8 triliiun.
Dana bersih hasil rights issue itu diperoleh dari pembeli siaga yaitu Long Haul Holdings Limited melalui PT Karsa Daya Rekatama dan Castleford Investment Holdings Ltd melalui PT Damar Reka Energi yang masing-masing menyerap 6,9 miliar saham atau setara US$150 juta.
Saham yang diserap tersebut digunakan untuk konversi utang BUMI kepada kreditur. Selain itu, PT Danatama Makmur selaku pembeli siaga juga mengeksekusi sebanyak 2,04 miliar saham rights issue tersebut.
Semula, emiten berkode saham BUMI itu akan menerbitkan saham baru sebanyak 32,1 miliar lembar. Namun, perseroan akhirnya hanya menerbitkan 15,8 miliar lembar saham baru. Dari jumlah tersebut, pemegang saham publik hanya mengeksekusi 11,41 juta lembar saham.
Mendapatkan tanggapan seperti itu, Saman kembali merespons, “Kami investor. Kami berinvestasi untuk mencari keuntungan. Jika sedang bagus kami masuk, kalau jelek kami keluar,” ujarnya lugas.
Dia menambahkan hal terpenting yang dibutuhkan para investor seperti dirinya adalah bagaimana manajemen BUMI dapat meyakinkan mereka bahwa aksi korporasi yang dilakukan itu benar-benar akan membawa perubahan bagi perusahaan ke arah yang lebih baik.
“Saya punya beberapa pertanyaan terkait harga penawaran dan harga nominal. Namun, saya tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan dari manejemen. Makanya, saya tidak mengeksekusi hak rights issue tersebut,” paparnya kepada Bisnis kala itu.
Pasang Surut
Drama yang terjadi di tubuh BUMI memang seolah tak ada habisnya dan Saptari Hoedaja, lulusan Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 1983, melalui semua pasang surut dalam perusahaan-perusahaan maupun emiten milik grup Bakrie.
Saptari atau Ari menjabat Presiden Komisaris di PT Energi Mega Persada Tbk. sejak Mei 2007, di mana kala itu harga saham emiten bersandi ENRG itu bertengger di level Rp5.000-an dan mencapai puncaknya di level harga Rp11.000-an pada Desember 2007.
Dia juga menjabat presiden komisaris di PT Prima Kaltim Coal, presiden komisaris di PT Arutmin Indonesia, dan presiden direktur PT Bumi Resources Tbk. di tahun yang sama ketika saham BUMI pernah ke level Rp8.600-an pada Juni 2008.
Dia kemudian menjabat sebagai Presiden Komisaris PT Bumi Resources Tbk. mineral sejak 2010. Sejak pertengahan 2011, Ari menjabat Presiden Direktur PT Arutmin Indonesia dan PT Kaltim Prima Batubara.
Pada Maret 2012, Saptari mengakhiri jabatannya sebagai CEO Bumi Plc, perusahaan yang berkedudukan di Inggris dan merupakan induk usaha dari Bumi Resources. Selanjutnya, pada September 2012, Ari juga mengundurkan diri dari posisinya sebagai direktur nooneksekutif Bumi Plc.
"Bumi plc mengumumkan bahwa Ari Hudaya, direktur noneksekutif perusahaan, hari ini mengundurkan diri dari jabatannya dari jajaran direktur yang berlaku efektif segera," ujar pengumuman di situs resmi Bumi Plc, Senin malam (24/9/2012).
Hari ini, saat berpulang pada Minggu (4/7/2021) pukul 08.41 WIB di RS MMC, Saptari Hoedaja adalah Presdir PT Bumi Resources Tbk., emiten, yang sahamnya pernah dijuluki sebagai saham sejuta umat, yang pada 2017 pernah membukukan laba bersih US$373 juta atau sekitar Rp5,05 triliun dari catatan rugi bersih pada 2012 senilai hampir Rp6,5 triliun akibat utang yang membengkak pascakrisis 2008.