Bisnis.com, JAKARTA - Emiten pertambangan batu bara, PT Bumi Resources Tbk., percaya diri dapat membayarkan utang dengan jumlah signifikan tahun ini seiring dengan peluang kenaikan kinerja tahun ini karena penguatan harga batu bara.
Director & Corporate Secretary Bumi Resources Dileep Srivastava mengatakan bahwa pasar batu bara sedang dalam tahap pemulihan setelah permintaan dan pasokan batu bara sangat terdampak negatif dari pandemi Covid-19 pada tahun lalu.
Hal itu tercermin dari permintaan yang mulai menguat dan kenaikan harga batu bara yang sempat menyentuh level US$100 per ton dalam beberapa perdagangan terakhir.
Berdasarkan data Bloomberg, pada penutupan perdagangan Selasa (23/3/2021) harga batu bara Newcastle untuk kontrak April 2021 di bursa ICE parkir di level US$94,6 per ton, turun 3,86 persen. Sepanjang tahun berjalan 2021, harga batu bara telah naik 16,57 persen.
Srivastava menilai penguatan harga batu bara itu didorong oleh tekanan pasokan seiring dengan banjir besar di salah satu produsen terbesar dunia, Australia, yang mengganggu pengiriman.
Oleh karena itu, emiten berkode efek BUMI itu akan memaksimalkan produksi dan penjualan batu bara tahun ini seiring dengan penguatan harga untuk memacu kinerja tahun ini.
Baca Juga
“Dengan demikian, kami optimistis dapat membayar kembali hutang kami secara signifikan pada tahun ini,” papar Srivastava kepada Bisnis, Selasa (23/3/2021).
Untuk diketahui, pada awal Januari 2021, BUMI telah memproses pembayaran keduabelas senilai US$3,2 juta yang mewakili bunga pinjaman untuk Tranche A. Dengan demikian, BUMI telah melakukan pembayaran total US$334,8 juta atas pokok dan kupon Tranche A.
Adapun, jumlah itu terdiri atas pokok Tranche A senilai US$195,8 juta. Sisanya, US$139juta merupakan bunga termasuk bunga akrual dan bunga yang belum dibayar atau back interest.
Dia mengatakan pembayaran berikutnya atas Tranche A akan jatuh tempo pada April 2021. Kupon PIK dari tanggal 11 April 2018 hingga 16 Oktober 2020 atas Tranche B dan C juga sudah mulai dikapitalisasi.
Pada 2021, BUMI menargetkan volume produksi dan penjualan tahun ini di kisaran 85 juta-90 juta ton. Angka itu lebih tinggi daripada perolehan 2020, yaitu volume penjualan batu bara unaudited mencapai 81,5 juta ton, sedangkan volume produksi unaudited sebesar 81,1 juta ton.
Selain menggenjot target operasional, BUMI juga akan fokus memperkaya bauran produk dengan meningkatkan produksi batu bara kalori tinggi dari tambang Arumin sembari mengurangi beban untuk memperkuat margin.
Di sisi lain, BUMI mengalokasikan belanja modal atau capital expenditure (capex) 2021 sekitar US$60 juta hingga US$70 juta.
Selain itu, Srivastava menjelaskan progres proyek gasifikasi batu bara oleh anak usahanya PT Kaltim Prima Coal (KPC) cukup baik dan diekspektasikan commisioning pada 2023 atau 2024.
Untuk diketahui, dalam proyek gasifikasi itu KPC nantinya akan bertindak sebagai pemasok batu bara sekitar 6 juta ton per tahun dari proyek kerja sama antara Bakrie Capital Indonesia, Air Products and Chemicals Inc, dan PT Ithaca Resources senilai US$2 miliar.
Di lantai bursa, pada penutupan perdagangan sesi 1 Rabu (24/3/2021), saham BUMI di posisi Rp68 per saham, terkoreksi 6,85 persen. Dalam perdagangan 1 bulan terakhir, BUMI telah menguat 9,68 persen. Total kapitalisasi pasar BUMI sebesar Rp5,05 triliun.