Bisnis.com, JAKARTA – Perubahan peraturan tarif ekspor CPO diyakini dapat berimbas positif bagi kinerja emiten-emiten sawit. Kendati demikian, koreksi harga CPO yang terjadi juga berpotensi mengganggu stabilitas penerimaan perusahaan.
Head of Equity Trading MNC Sekuritas Medan Frankie Wijoyo Prasetio mengatakan, revisi peraturan ini akan cukup positif untuk menjaga performa kinerja emiten sektor sawit dari segi margin. Hal ini terutama untuk emiten-emiten yang hasil produksi sawitnya untuk ekspor.
Di sisi lain, emiten sektor sawit juga masih menghadapi kendala berupa harga CPO yang sedang lesu. Frankie mengatakan, tren koreksi harga CPO selama beberapa waktu belakangan membuat level harga terkini berada di kisaran 3.400 hingga 3.500 ringgit per ton.
Jika harga produk CPO turun, maka perusahaan harus tetap mengeluarkan biaya yang sama. Hal ini yang akan membuat rasio return on equity (ROE) perusahaan cenderung tidak stabil.
“Rata-rata emiten di sektor perkebunan juga jarang mencetak ROE dua digit,” katanya saat dihubungi pada Rabu (23/6/2021).
Selanjutnya, Frankie merekomendasikan kepada investor untuk wait and see terlebih dahulu sebelum masuk ke emiten-emiten CPO. Hal ini seiring dengan kondisi perekonomian global yang belum pulih total serta keadaan pasar bursa yang masih sangat flutuaktif.
Baca Juga
Meski demikian, ia mengatakan saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) masih patut dicermati oleh investor. Ia mengatakan, dengan rasio price to book value (PBV) dibawah 1 kali dan rasio utang yang kecil, sekitar 0,46 kali, AALI masih cukup layak dikoleksi.
“Untuk target harga terdekatnya ke level Rp9.000,” pungkasnya.
Sebelumnya, pemerintah berencana akan mengubah tarif ekspor CPO pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 191/.05/2020 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa PMK akan keluar dalam waktu dekat karena seharusnya sudah terbit.
“Kalau bisa Juni ini, sebetulnya sudah 2 minggu. Harusnya lebih cepat, nanti saya lihat. Mungkin dalam proses harmonisasi dan penetapan saja,” katanya pada konferensi pers virtual, Senin lalu.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa meski belum terbit, keputusan sudah ditetapkan. Tarif pajak ekspor minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dimulai dengan harga US$750 perton.
Setiap US$50 kenaikan harga CPO, akan ada kenaikan dua tarif, yaitu US$20 perton untuk CPO dan US$16 perton untuk setiap produk turunannya.
“Dan untuk tarif maksimal haga CPO di atas US$1.000 perton akan ada tarif flat US$175. Jadi, tidak ada kenaikan progresif yang tidak terbatas, tapi menggunakan treshold US$1.000 di mana tarifnya flat,” jelasnya.