Bisnis.com, JAKARTA—Dana kelolaan atau asset under management (AUM) industri reksa dana merosot lebih dari 5 persen pada Mei lalu, perpindahan investasi dana haji menjadi salah satu penyebabnya.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan per akhir Mei 2021, AUM reksa dana secara industri tercatat sebesar Rp536,28 triliun, turun 5,59 persen dari posisi Rp568,02 triliun per akhir April lalu.
Dalam periode yang sama, unit penyertaan reksa dana secara industri juga susut dari 430,81 miliar unit menjadi 397,58 miliar unit.
Jika dilihat berdasarkan jenis, reksa dana terproteksi menyumbang penurunan terbesar yakni susut Rp39,87 triliun atau 28,79 persen dalam sebulan, menjadi Rp98,61 triliun dari sebelumnya Rp138,61 triliun.
Penurunan ini juga memperkecil porsi reksa dana terproteksi di industri yang semula 24,38 persen per akhir April 2021 menjadi hanya 18,39 persen per akhir Mei 2021.
Direktur Riset dan Kepala Investasi Alternatif PT Bahana TCW Investment Management Soni Wibowo mengatakan penurunan AUM reksa dana pada Mei lalu sebagian besar berasal dari reksa dana terproteksi syariah milik Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Baca Juga
“Jadi yang terproteksi berkurang itu sebagian besar dana haji,” kata Soni ketika dihubungi Bisnis, Selasa (8/6/2021).
PT Bahana TCW Investment Management sendiri menjadi salah satu dari 15 manajer investasi di Indonesia yang mendapat mandat pengelolaan dana haji melalui instrumen reksa dana. Soni menyebut dana haji yang dikelola perseroan mencapai hampir Rp5 triliun.
Soni menjelaskan, pada dasarnya sejak dua tahun lalu BPKH memang menaruh dana di produk reksa dana terproteksi syariah dengan aset dasar surat berharga negara syariah (SBSN) karena memang pajak yang dikenakan untuk reksa dana lebih kecil yakni 10 persen.
Akan tetapi, sejak munculnya peraturan baru dalam UU Cipta Kerja yang kemudian diatur PMK no. 18 Tahun 2021, BPKH mendapat pengecualian pajak termasuk penghasilan dari pengembangan keuangan haji dalam bidang atau instrumen keuangan tertentu.
"Mereka bebas dari pajak sehingga tak ada gunanya menaruh dana di reksa dana terproteksi lagi. Mereka memutuskan untuk pergi dari semua reksa dana, tapi paling mudah [pencairannya] itu di reksa dana terproteksi,” tutur Soni.
Perpindahan dana tersebut juga tercermin dalam data kepemilikan SBN Rupiah dari DJPPR, yang mana untuk periode 30 April 2021-31 Mei 2021 terdapat penurunan kepemilikan oleh reksa dana sebesar Rp33,08 triliun.