Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tekanan Dolar AS Meningkat, Rupiah Dibuka Melemah

Rupiah terpantau terdepresiasi 0,1 persen atau 15 poin menjadi Rp14.300 per dolar AS pada pembukaan hari ini.
Karyawati salah satu bank memperlihatkan uang rupiah dan dolar di Jakarta, Kamis (29/4/2021). Bisnis/Arief Hermawan P
Karyawati salah satu bank memperlihatkan uang rupiah dan dolar di Jakarta, Kamis (29/4/2021). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah dibuka melemah terhadap dolar AS pada perdagangan di pasar spot Jumat (4/6/2021).

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah terdepresiasi 0,1 persen atau 15 poin menjadi Rp14.300 per dolar AS.

Perdagangan dibuka dengan rupiah menguat ke level Rp14.271,5. Dengan pergerakan secara tahun berjalan rupiah melemah 1,78 persen. Sementara itu, Indeks dolar AS naik 0,03 persen ke 90,525.

Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi menuturkan dalam perdagangan sore kemarin, rupiah ditutup melemah 5 poin, walaupun sebelumnya sempat melemah di 26 poin ke level Rp14.285 dari penutupan sebelumnya di level Rp.14.280.

"Sedangkan untuk perdagangan hari ini, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif tetapi  ditutup melemah di rentang Rp14.265-Rp14.310," ujarnya dalam keterbukaan, Jumat (4/6/2021).

Dia menilai ada faktor eksternal yang memengaruhi pergerakan rupiah, yakni dolar menguat terhadap mata uang lainnya karena investor mencerna data layanan Caixin China, sambil menunggu data ekonomi utama AS untuk petunjuk tentang prospek ekonomi dan keputusan kebijakan Federal Reserve AS.

Data yang dirilis pada hari sebelumnya mengatakan Indeks Manajer Pembelian (PMI) Layanan Caixin China adalah 55,1 pada Mei, di atas angka 50 yang menunjukkan ekspansi.

Angka tersebut mengikuti Indeks Manajer Pembelian (PMI) Manufaktur Caixin yang dirilis pada Selasa, yang meningkat menjadi 52 pada bulan Mei, level tertinggi sejak Desember 2020.

Di Jepang, data PMI jasa di bulan Mei adalah 46,5, di bawah 49,5 April, sementara di Australia, penjualan ritel tumbuh 1,1% bulan ke bulan pada April. Sementara itu, di AS, Presiden Fed Philadelphia Patrick Harker mengatakan pada Rabu bahwa pihaknya berencana untuk mulai secara bertahap menjual portofolio utang perusahaan yang dibeli melalui fasilitas pinjaman darurat yang diluncurkan pada tahun 2020, yang menunjukkan awal dari perubahan kebijakan.

"Investor sekarang menunggu data ekonomi utama AS termasuk klaim pengangguran awal, yang akan dirilis hari ini, untuk petunjuk tentang prospek ekonomi. Data lebih lanjut termasuk penggajian non-pertanian, dirilis pada hari Jumat, yang mencatat perekrutan bulanan lebih lemah dari perkiraan pada bulan April," ujarnya.

Di sisi lain, sentimen dalam negeri diantaranya berasal dari tanda-tanda tersebut sudah terlihat dari Inflasi yang tinggi setelah Pemerintah AS melakukan stimulus jumbo yang belum pernah terjadi sebelumnya.

"Maka ini merupakan  ancaman yang sangat nyata. Indonesia tidak boleh lengah, harus selalu waspada," jelasnya.

Guna menghindari ancaman tapering tersebut maka pemerintah dan Bank Indonesia harus mempersiapkan strategi kebijakan atau bauran ekonomi yang bisa menangkal apabila memang benar-benar terjadi The Fed melakukan tapering.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper