Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

S&P 500 dan Nasdaq Tertekan Saham Teknologi, Wall Street Melemah

Enam dari 11 saham sektor utama S&P 500 berakhir di zona merah, dengan consumer discretionary dan teknologi masing-masing merosot 1,22 persen dan 0,91 persen.
Tanda Wall Street tampak di depan Bursa Efek New York (NYSE) di New York, AS./ Michael Nagle - Bloomberg
Tanda Wall Street tampak di depan Bursa Efek New York (NYSE) di New York, AS./ Michael Nagle - Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Wall Street jatuh pada penutupan perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), dengan saham-saham teknologi menyeret S&P 500 dan Nasdaq, ketika investor menyeimbangkan kekhawatiran tentang inflasi dan Federal Reserve mengekang stimulus dengan bantuan kenaikan pajak perusahaan.

Mengutip Antara, Jumat (04/06/2021), Indeks Dow Jones Industrial Average terpangkas 23,34 poin atau 0,07 persen, menjadi menetap di 34.577,04 poin. Indeks S&P 500 berkurang 15,27 poin atau 0,36 persen, menjadi berakhir pada 4.192,85 poin. Indeks Komposit Nasdaq ditutup merosot 141,82 poin atau 1,03 persen, menjadi 13.614,51 poin.

Enam dari 11 saham sektor utama S&P 500 berakhir di zona merah, dengan consumer discretionary dan teknologi masing-masing merosot 1,22 persen dan 0,91 persen, memimpin penurunan. Sementara itu, sektor utilitas menguat 0,52 persen, merupakan kelompok dengan kinerja terbaik.

Indeks Dow membukukan sedikit kerugian setelah lima sesi naik. Saham-saham sedikit rebound setelah laporan bahwa Presiden Joe Biden menawarkan untuk membatalkan kenaikan pajak yang diusulkannya.

Dalam pembicaraan dengan Partai Republik, Demokrat menawarkan untuk membatalkan rencana menaikkan pajak perusahaan setinggi 28 persen, dan sebaliknya menetapkan tarif pajak minimum 15 persen untuk perusahaan.

Laporan pengangguran mingguan AS yang lebih baik dari perkiraan dan angka penggajian swasta untuk Mei menunjukkan penguatan kondisi tenaga kerja, menjelang laporan penggajian AS yang diawasi ketat yang akan dirilis pada Jumat.

Investor fokus pada potensi laporan ekonomi yang kuat dapat mendorong The Fed untuk mengurangi dukungan moneter yang diberikan selama pandemi lebih cepat daripada yang diperkirakan.

"Pasar mencerna data ekonomi yang kuat dengan beberapa tekanan inflasi dan mempertimbangkan apakah ini akan mengubah waktu tapering (pengurangan pembelian obligasi) Fed dan bagaimana memasukkannya ke dalam harga saham," kata Brad Neuman, direktur strategi pasar di Alger di New York.

Memicu kekhawatiran atas pelonggaran dukungan adalah pengumuman Fed pada Rabu (2/6/2021) bahwa mereka akan mulai melepas kepemilikan obligasi korporasi yang diperoleh tahun lalu melalui fasilitas pinjaman darurat yang diluncurkan untuk menenangkan pasar kredit pada puncak pandemi.

Saham-saham teknologi dan pertumbuhan lainnya dipandang sangat rentan jika inflasi menaikkan imbal hasil obligasi dan lebih banyak mendiskon nilai arus kas mendatang.

"Suku bunga dan inflasi yang lebih tinggi adalah jenis paket kesepakatan yang sedang diperhatikan investor saat ini," kata Chuck Carlson, chief executive officer di Horizon Investment Services di Hammond, Indiana.

Dalam berita perusahaan, saham General Motors Co melonjak 6,4 persen, setelah pembuat mobil itu memperkirakan laba semester pertama "jauh lebih baik" dari perkiraan sebelumnya. Saham saingannya, Ford menambahkan 7,2 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Editor : Farid Firdaus
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper