Bisnis.com, JAKARTA — Mengenali instrumen investasi menjadi hal yang wajib dilakukan sebelum terjun ke dalamnya, mulai dari reksa dana, saham, obligasi, maupun yang belakangan sedang mencuri perhatian yakni cryptocurrency alias mata uang kripto.
Pengamat Pasar Modal Edwin Sebayang mengatakan masih banyak perdebatan mengenai aset digital ini karena merupakan hal yang terbilang baru di industri investasi. Oleh karena itu, pelaku pasar perlu benar-benar memahami dulu aset tersebut dengan baik.
“Seperti dulu pertama masuk BBM lalu masuk Android, jadi perdebatan. Awal mula ada online transportation juga banyak perdebatan. Tetapi, kita sebagai orang market harus terbuka,” ujarnya dalam sesi webinar, Selasa (1/6/2021)
Dia kemudian menjelaskan karakteristik aset kripto mulai dari kelebihan, risiko, hingga faktor penggeraknya.
KELEBIHAN
Edwin mengatakan salah satu kelebihan uang kripto seperti Bitcoin, misalnya volatilitas yang tinggi. Sebagai contoh, Bitcoin hanya tersedia sebanyak 21 juta keping yang tidak bisa ditambah maupun dikurangi.
Baca Juga
“Jadi, Bitcoin memang karakternya ideal untuk trading harian. Berbeda dengan uang fiat atau uang biasa yang bisa ditambah, misalnya dicetak untuk keperluan stimulus, jadi yang beredarnya bertambah,” tutur dia.
Kemudian, kelebihan lainnya adalah aset kripto juga tidak mudah digoyang sentimen karena fluktuasi kripto cenderung tidak terpengaruh oleh isu-isu politik, kinerja fundamental, dan kinerja ekonomi.
RISIKO
Sebaliknya, aset kripto juga memiliki sejumlah risiko antara lain risiko terhadap pembayaran karena mata uang virtual tak dapat ditukar dengan mata uang biasa atau flat money, apalagi dengan volatilitas harga yang tinggi.
Selain itu, di dalam industri aset kripto tak ada yang dapat menangani keluhan nasabah karena sistem dan ekosistem di sekelilingnya belum terbukti keberadaannya, termasuk tidak adanya pihak yang melakukan settlement.
Aset kripto juga memiliki risiko terhadap stabilitas sistem keuangan, misalnya dapat terjadi bubble burst ketika terdapat interaksi antara mata uang virtual dengan ekonomi riil.
“Risiko volatilitas harga tinggi karena nilainya ditentukan pada ekspektasi penawaran dan permintaan di masa mendatang […] hanya Tuhan yang tau pergerakannya karena sepenuhnya bergantung ke mekanisme pasar,” ujar Edwin.
Di lain pihak, Edwin menyebut ada risiko arbitrage karena transaksi dapat dilakukan antara negara tanpa melewati otoritas masing-masing negara.
Aset kripto juga memiliki risiko bersinggungan dengan aktivitas ilegal seperti pembiayaan terorisme karena sistem transaksinya yang tak dapat diindentifikasi dan dilakukan monitoring.
“Tetapi kabarnya ini sekarang sudah berkurang ya,” imbuh pria yang menjabat sebagai Direktur di MNC Asset Management tersebut.
PENGGERAK
Lebih lanjut Edwin menuturkan, di balik fluktuasi harga suatu aset pasti ada faktor penggeraknya. Sebagai gambaran aset obligasi dipengaruhi oleh nilai tukar, inflasi, dan suku bunga, sedangkan aset saham terikat sentimen makro, mikro, maupun fundamental emiten.
Untuk aset kripto, salah satu faktor penggerak utama adalah ketersediaan versus permintaan akan aset tersebut. Contohnya, ketika permintaan akan Bitcoin melonjak setelah ada pernyataan Elon Musk maka harga aset kripto paling terkenal itu pun melambung tinggi bahkan hingga menyentuh level tertingginya.
Faktor penggerak lain adalah utilitas aset tersebut. Harga aset kripto naik ketika aset tersebut banyak digunakan oleh pelaku pasar dan akan kembali turun ketika mulai ditinggalkan.
“Kalau sepi biasanya muncul para pom-pom, entah rapper, pengusaha-pengusaha terkenal,” ujarnya.
Selanjutnya ada faktor fear and greed atau rasa takut dan serakah yang mana ketika harga kripto sedang naik maka investor akan banyak masuk dan ketika mulai terkoreksi banyak aset yang dilepas.
Kemudian harga kripto juga akan dipengaruhi oleh kapitalisasi pasar tiap-tiap aset. Adapun, kapitalisasi aset ini bisa dihitung berdasarkan jumlah aset yang beredar.
“Kalau memang adrenalin bapak-ibu itu bagus, tekanan darahnya rendah, masuklah ke uang kripto. Karena itu tadi, kripto itu nggak ada batasnya. Nggak ada itu autoreject bawah 7 persen, bisa naiknya 30 persen lalu turun 25 persen,” ujar Edwin.