Bisnis.com, JAKARTA - Emiten farmasi PT Kalbe Farma Tbk. (KLBF) memiliki rencana bisnis yang solid sehingga diproyeksikan harga sahamnya dapat terus melambung sekaligus dengan kinerja perusahaan.
Berdasarkan riset NH Korindo Sekuritas, manajemen disebut menetapkan target pertumbuhan pendapatan yang lebih konservatif sebesar 5--6 persen pada tahun ini.
Hal ini mempertimbangkan pemulihan bertahap dalam daya beli konsumen dan situasi yang tidak menguntungkan. Selain itu, proyeksi ini juga sejalan dengan estimasi pendapatan NH Korindo untuk tahun penuh 2021.
Manajemen mengalokasikan anggaran belanja modal sebesar Rp1 triliun tahun ini untuk meningkatkan produksi, mengembangkan aplikasi kesehatan digital, dan pengembangan produk baru.
"Meskipun demikian, kami memperkirakan KLBF dapat memiliki prospek jangka panjang yang lebih cerah didukung oleh solid strategi bisnis dari manajemen," jelas riset emiten tersebut, dikutip Minggu (30/5/2021).
Pertama, KLBF telah meluncurkan alat uji diagnostik Covid-19 berbasis air liur yang akan dihargai dengan harga Rp488.000 per kit.
Baca Juga
NH Korindo melihat permintaannya akan tinggi karena Indonesia masih berjuang dengan Wabah Covid-19 bersamaan dengan kekhawatiran akan gelombang kedua.
Kedua, anak perusahaan KLBF, Kalbe Genexine Biologics (KGBio) menandatangani perjanjian lisensi dengan Genexine Korea Selatan untuk mengembangkan dan mengkomersialkan obat imun-onkologi GX-17. Saat ini GX-17 masih dalam tahap uji klinis tahap kedua.
Ketiga, anak perusahaan KLBF, Enseval Putera Megatrading (EPMT) telah ditugaskan mendistribusikan vaksin Covid-19 Pemerintah ke 7 provinsi, sebagian besar di Sumatera dan Kalimantan.
Keempat, vaksin GX-19 KLBF saat ini sedang memasuki uji klinis fase kedua diharapkan dapat dikomersialkan pada kuartal keempat 2021. NH Korindo melihatnya dengan izin dari skema vaksinasi Covid-19 dari pemerintah dan swasta semestinya menguntungkan KLBF ke depannya.
NH Korindo pun mengulangi rekomendasi beli untuk saham KLBF ini sejalan dengan hasil kuartal I/2021 dengan TP tidak berubah di level Rp1.750 per saham yang berdasarkan target P/E 26,3x.
"Kami tetap optimistis terhadap prospek perusahaan, didukung oleh efisiensi biaya, kas yang kuat posisi dan arus kas operasi yang kuat," katanya.
Adapun, faktor risiko utama datang dari depresiasi rupiah, pengembangan vaksin lebih lama dari perkiraan, dan melemahnya tingkat konsumsi masyarakat.