Bisnis.com, JAKARTA—Kinerja sektor properti dan real estat sepanjang tahun berjalan masih jauh dari harapan seiring tekanan beruntun yang melingkupinya. Meskipun demikian, analis menilai peluang sektor tersebut untuk bangkit tetap terbuka pada tahun ini.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia per penutupan perdagangan Jumat (28/5/2021), indeks IDX Sector Property & Real Estat terpantau mengalami koreksi 14,91 persen secara year to date sekaligus menjadi sektor dengan kinerja paling buruk di antara lainnya.
Sebagai perbandingan, indeks IDX Sector Consumer Non-Cyclicals yang berada di urutan kedua sektor dengan kinerja terburuk “hanya” terkoreksi 8,24 persen. Sementara indeks harga saham gabungan (IHSG) melemah 2,18 persen dalam waktu yang sama.
Head of Equity Trading MNC Sekuritas Medan Frankie Wijoyo Prasetio menuturkan, kinerja lesu sektor properti dan real estat bukan hanya terjadi tahun ini melainkan memang tengah mengalami downtrend setidaknya 5 tahun belakangan.
Menurutnya, hal tersebut diawali dengan adanya indikasi potensi property bubble di Indonesia sekitar 5 tahun sebelumnya harga properti naik drastis membuat para pengembang terus menerus membangun properti dan menjual di harga premium.
“Jadi yang terjadi adalah over supply dengan daya beli masyrakat yang sudah mulai berkurang di sektor ini,” kata Frankie kepada Bisnis, akhir pekan lalu.
Baca Juga
Lebih lanjut, Frankie menilai lesunya ekonomi global pasca perang dagang AS-China beberapa tahun belakangan, yang membuat banyak perusahaan besar global menunda untuk ekspansi, juga turut menekan kinerja sektor ini.
“Investor asing tidak banyak yang membangun perusahaan di Indonesia, hal ini yang sebenarnya cukup penting untuk pendapatan penjualan landbank, perumahan dan saran pendukung lainnya, dari warga asing,” tuturnya lagi.
Belum juga sempat bangkit, pandemi yang mulai merebak pada 2020 lalu juga ikut memukul sektor properti dan real estat, seperti adanya kebijakan seperti pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang menekan kinerja emiten sektor ini yang memiliki lini bisnis recurring income dari sewa propertinya, seperti mall dan perkantoran.
“Jadi sentimen yang terakumulasi ini cukup menekan sektor properti dan real estate sampai tahun ini. Seperti yang diketahui sektor ini sebenarnya memiliki kaitan erat dengan sektor lainnya seperti semen, dan infrastruktur, juga sektor padat karya,” jelas Frankie.
Meskipun demikian, dia menyebut sektor properti dan real estat masih memiliki ruang untuk bertumbuh di tahun ini, seiring dengan harga properti yang mulai kompetitif akibat adanya suplai berlebih selama bertahun-tahun.
Sebagai buntutnya, kondisi tersebut membuat harga properti menjadi relatif terjangkau bagi masyarakat, terutama menengah ke bawah. Ditambah lagi dengan regulasi pemerintah soal DP rumah 0 persen.
Alhasil, hal tersebut dapat memicu minat investor untuk kembali melirik sektor properti dan real estate sebagai sarana investasi ditenggah perekonomian yang belum pulih total, apalagi di tengah harga sahamnya yang masih cukup murah.
“Yang diharapkan memang kuartal berikutnya termasuk semester II, sektor property dan real estate dapat kembali bangkit, semenjak regulasi DP 0 persen untuk kepemilikan rumah,” ujar dia lebih lanjut.
Sementara itu, untuk rekomendasi saham di sektor ini, Frankie menyarankan investor mungkin dapat memlirik saham-saham development property dan real estate yang memiliki lini sales dari landed house alias rumah tapak.
Sebab, menurutnya untuk kontribusi sales dari lini high raise building seperti kondominium dan apartemen saat ini sudah sangat over supply, sedangkan di saat yang sama kebutuhan untuk kepemilikan rumah tapak masih besar.
Saham-saham pilihan versi Frankie antara lain CTRA, JRPT, DILD dan BSDE. Ketiga emiten tersebut dinilai memiliki fundamental yang cukup solid, dengan kinerja yang masih berimbang jika disanding dengan tahun-tahun sebelum pandemik.
“Hal yang utama adalah memiliki pengembangan property utama di rumah tapak. Untuk segi harga masih tergolong undervalued dengan rasio PBV dibawah 1x khususnya JRPT, DILD dan BSDE,” tutupnya.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.