Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ditanya Bursa, Garuda Indonesia (GIAA) Telusuri Penyebar Bocoran Isi Rapat

Manajemen Garuda Indonesia menyampaikan rekaman audio yang beredar merupakan rekaman diskusi internal perseroan dan tidak untuk disebarluaskan.
Garuda Indonesia/istimewa
Garuda Indonesia/istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) tengah melakukan penelurusan atas peristiwa tersebarnya rekaman rapat internal.

Dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, manajemen Garuda Indonesia menyampaikan rekaman audio yang beredar merupakan rekaman diskusi internal Perseroan. Hal itu dilakukan manajemen bersama karyawan dalam kaitan penyampaian informasi penawaran pensiun dini kepada karyawan.

"Adapun segala informasi yang disebutkan dalam rekaman audio tersebut merupakan informasi yang diperuntukan bagi internal Perseroan dan tidak untuk disebarluaskan," papar manajemen Garuda dalam suratnya kepada BEI, Kamis (27/5/2021).

Di tengah situasi pandemi Covid-19 yang masih berlangsung hingga saat ini serta guna memaksimalkan penerapan protokol kesehatan pada seluruh aktivitas bisnis, Perseroan mengoptimalkan media online untuk melakukan komunikasi langsung secara virtual bersama karyawan.

Perseroan telah mengatur secara tegas mengenai larangan penyebarluasan informasi internal mengacu kepada aturan yang berlaku. Namun demikian, perkembangan teknologi informasi saat ini memungkinkan terjadinya penyebarluasan informasi internal di luar kontrol Perseroan.

"Lebih lanjut Perseroan tengah melakukan penelurusan atas peristiwa tersebarnya rekaman rapat internal dimaksud," imbuh Garuda.

Sebelumnya, Garuda Indonesia dikabarkan akan melakukan restrukturisasi bisnis yang mencakup pengurangan jumlah armada pesawat hingga 50 persen.

Berdasarkan laporan dari Bloomberg, Minggu (23/5/2021), Direktur Utama GIAA Irfan Setiaputra dalam pernyataannya kepada karyawan perusahaan mengatakan emiten penerbangan pelat merah ini harus melakukan restrukturisasi total.

Upaya tersebut perlu dilakukan guna mengatasi krisis yang diakibatkan oleh pandemi virus corona. Salah satu bentuk restrukturisasi tersebut adalah melalui pengurangan armada pesawat yang operasional.

“Kami memiliki 142 pesawat dan menurut perhitungan awal terkait dampak pemulihan saat ini, GIAA kemungkinan akan beroperasi dengan tidak lebih dari 70 pesawat,” ujarny dikutip dari Bloomberg, Minggu (23/5/2021).

Jumlah armada pesawat tersebut mencakup seluruh sektor usaha GIAA kecuali untuk Citilink. Irfan menyebutkan, Garuda Indonesia saat ini beroperasi dengan 41 pesawat dan tidak dapat menerbangkan armada yang tersisa karena tidak dapat membayarkan utang kepada kreditur selama berbulan-bulan.

Dalam pernyataan tersebut, Irfan juga mengatakan Garuda Indonesia memiliki utang sebesar Rp70 triliun atau US$4,9 miliar. Jumlah utang tersebut bertambah lebih dari Rp1 triliun per bulannya seiring dengan penundaan pembayaran yang dilakukan perusahaan kepada pada pemasok.

Ia melanjutkan, saat ini arus kas GIAA berada di zona merah dan memiliki ekuitas minus Rp41 triliun.

“Kegagalan mengeksekusi program restrukturisasi ini dapat berdampak pada terhentinya kegiatan usaha Garuda Indonesia,” ujarnya.

Adapun, Irfan menolak memberi komentar terkait kabar ini saat dikonfirmasi Bloomberg. Departemen Corporate Communications perusahaan juga tidak merespon saat dimintai keterangan oleh Bloomberg.

Dampak pandemi virus corona juga terasa pada penurunan harga sukuk Garuda Indonesia. Tercatat, selama sebulan terakhir harga sukuk yang diterbitkan GIAA senilai US$500 juta turun sekitar 7 sen ke 81. Level tersebut merupakan harga terendah sejak Januari 2021 lalu.

Sebelumnya, pada Juni tahun lalu, GIAA berhasil memperoleh persetujuan dari investor untuk memperpanjang masa jatuh tempo sukuk tersebut selama 3 tahun.

Dalam pernyataan terpisah Jumat (21/5/2021) lalu, Irfan juga mengatakan pihaknya tengah berada dalam tahap awal penawaran program pensiun dini yang efektif 1 Juli 2021 sebagai upaya penghematan biaya.

Garuda Indonesia saat ini memiliki 15.368 karyawan dan mengoperasikan 210 pesawat hingga September 2020 lalu.

Volume penumpang seluruh kelompok perusahaan Garuda Indonesia anjlok 66 persen pada tahun lalu seiring dengan pembatasan perjalanan lintas batas negara dan rendahnya permintaan domestik. Pada pertengahan 2020 lalu, GIAA juga telah merumahkan 825 karyawannya setelah melakukan pemotongan gaji.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper