Bisnis.com, JAKARTA – Harga emas menguat tipis pada akhir perdagangan Rabu (26/5/2021), didorong oleh ekspektasi berlanjutnya sikap dovish Federal Reserve AS.
Namun, namun rebound dolar AS dan imbal hasil obligasi pemerintah AS meredupkan daya tarik logam mulia dan membatasi kenaikannya.
Dilansir Antara, kontrak emas paling aktif untuk pengiriman Juni di divisi Comex New York Exchange, terkerek 3,2 poin atau 0,17 persen dan ditutup pada US$1.901,20 per troy ounce.
Emas menembus pertahanan teknis utama US$1.900, dan mencetak level penyelesaian pertama di atas angka 1.900 sejak awal Januari 2021.
Analis pasar senior di OANDA Edward Moya mengatakan kenaikan imbal hasil (obligasi pemerintah) AS dan penguatan dolar AS memberi beberapa alasan untuk sebagian investor keluar dari emas.
"Tapi kami masih akan melihat harga emas terus naik dan level US$1.950 sepertinya merupakan target jangka pendek," tambah Moya.
Baca Juga
Imbal hasil obligasi pemerintah AS 10 tahun yang dijadikan acuan menguat tipis, meningkatkan peluang kerugian memegang emas yang tidak memberikan imbal hasil, sementara indeks dolar pulih dari posisi terendah, membuat emas lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.
Beberapa pejabat Fed telah menegaskan kembali komitmen mereka terhadap sikap kebijakan yang dovish, sementara wakil ketua The Fed Richard, Clarida pada Selasa (25/5) mengatakan mereka dapat mengekang inflasi jika itu terjadi tanpa membuat pemulihan keluar jalurnya.
"Dengan investor masih membunyikan alarm atas inflasi, minat institusional dalam kompleks logam mulia kemungkinan akan terus meningkat setelah arus keluar berbulan-bulan, sehingga memberikan kekuatan yang mengimbangi terhadap kekhawatiran tapering (pengurangan pembelian obligasi) untuk saat ini," kata TD Securities dalam sebuah catatan.
Emas sering dianggap sebagai lindung nilai terhadap inflasi. Pelaku pasar sekarang fokus pada produk domestik bruto, klaim pengangguran, dan data belanja konsumen AS minggu ini.