Bisnis.com, JAKARTA - Reli harga emas yang tengah terjadi kembali membuka peluang logam mulia menguji level US$2.000 per troy ounce.
Berdasarkan data Bloomberg pada Selasa (18/5/2021), harga emas di pasar spot terpantau menguat hingga 0,2 persen ke level US$1.870,73 per troy ounce. Level tersebut merupakan harga emas tertinggi sejak 1 Februari lalu.
Penguatan tersebut juga membawa emas semakin dekat dalam upayanya menghapus koreksi pada tahun ini. Mulai masuknya dana ke exchange traded funds (ETF) berbasis emas juga semakin memperkuat sentimen positif bagi investor untuk Kembali ke aset safe haven.
Terkait hal tersebut, Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi menyebutkan, reli harga emas membuka peluang untuk menguji level resistance kunci kedua di US$1.877 per troy ounce.
“Kalau ditembus, maka akan menguji level resistance ketiga di US$1.950 per troy ounce dan keempat pada U$2.075 per troy ounce,” katanya saat dihubungi Bisnis, Selasa (18/5/2021).
Menurut Ibrahim, sejumlah sentimen fundamental yang mendukung adalah kebijakan bank sentral global yang masih akan tetap dovish serta inflasi tinggi akibat gelontoran stimulus yang tidak terbatas.
Baca Juga
Selain itu, pemulihan ekonomi yang semu serta varian covid -19 yang terus menyebar di Asia terutama India juga akan mendukung sentimen penguatan aset safe haven tersebut.
Di sisi lain, tensi geopolitik di Timur Tengah juga menimbulkan ketidakpastian secara global. Ibrahim memaparkan perang antara Israel dan Palestina hingga saat ini masih berlangsung dan Israel mendapatkan persenjataan secara terang-terangan dari pemerintah AS.
Sebelumnya, John Feeney, Business Development Manager Guardian Gold Australia menyebutkan, sentimen tekanan inflasi akhirnya memicu kenaikan harga logam mulia. Investor ETF emas kini juga mulai mencatatkan net buy setelah terkonsolidasi.
“Cukup masuk akal untuk emas menyusul tren kenaikan harga komoditas lainnya. Ketidakpastian terhadap pandemi virus corona serta mutasi yang terjadi pada wilayah Asia Pasifik akan berimbas pada pembelian aset safe haven,” jelasnya dikutip dari Bloomberg.