Bisnis.com, JAKARTA – Tingkat imbal hasil (yield) Surat Utang Negara (SUN) Indonesia diprediksi dapat berada di bawah 6,5 persen.
Head of Economics Research Pefindo Fikri C. Permana memprediksi, tingkat imbal hasil SUN Indonesia berpotensi kembali menguat di sisa tahun 2021. Prospek tersebut muncul seiring dengan pelemahan yang belakangan terjadi pada US Treasury atau obligasi Amerika Serikat (AS).
“Yield SUN Indonesia berpotensi kembali ke kisaran 6 persen hingga 6,4 persen sepanjang tahun ini. Peluang pemulihannya masih terbuka,” jelasnya saat dihubungi pada Minggu (18/4/2021).
Fikri menjelaskan, tren pelemahan US Treasury yang belakangan terjadi disebabkan oleh kelanjutan program pembelian obligasi yang dilakukan oleh The Fed. Bank sentral AS tersebut berkomitmen untuk tetap melakukan pembelian surat utang agar tidak terjadi lonjakan imbal hasil seperti pada 2013 lalu.
Prospek penguatan imbal hasil SUN Indonesia juga terlihat pada pulihnya minat investor terhadap obligasi domestik. Data Pefindo mencatat adanya inflow dana sekitar Rp4 triliun pada pasar SUN Indonesia.
“Ini berarti permintaan investor terhadap SUN mulai kembali. Tambahan permintaan ini akan menurunkan yield dan membuat pasar SUN Indonesia semakin menarik,” lanjutnya.
Baca Juga
Lebih lanjut Fikri menuturkan, respon investor global dan domestik terhadap sentimen-sentimen yang ada amat menentukan pergerakan yield SUN Indonesia kedepannya.
Ia memaparkan, apabila imbal hasil obligasi AS dapat dijaga pada level tertentu, maka investor akan cenderung melihat imbal hasil nyata (real yields). Imbal hasil nyata Indonesia juga dinilai masih sangat atraktif dibandingkan emerging market lainnya
Adapun, real yield didapatkan dari yield pada SUN dikurangi dengan inflasi. Fikri menjelaskan, dengan kisaran inflasi Indonesia pada 1,4 persen hingga 1,5 persen dan asumsi yield SUN Indonesia seri 10 tahun pada kisaran 6,5 persen, maka SUN Indonesia masih memiliki real yield sekitar 500 basis poin.
Selain itu, pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan turut mempengaruhi pergerakan yield SUN Indonesia. Menurutnya, dengan komitmen Bank Indonesia (BI) yang akan terus melakukan intervensi terhadap nilai rupiah, Fikri menilai pergerakan rupiah akan cenderung terjaga dan berimbas positif bagi pasar SUN Indonesia.
Sementara itu, Ezra Nazula, Director & Chief Investment Officer Fixed Income Manulife Aset Manajemen, menuturkan volatilitas sentimen global dinilai telah mereda seiring dengan pergerakan imbal hasil obligasi AS yang mulai melandai.
“Saat ini level psikologi baru atau ekuilibriumnya terlihat sudah tercapai,” ujar Ezra.
Menurutnya, pergerakan imbal hasil US Treasury akan dapat bertahan di bawah level 1.8 persen. Seiring dengan hal tersebut, maka kondisi pasar SUN domestik dinilai akan lebih bergairah.
Ezra melanjutkan, investor akan melihat fundamental SUN Indonesia lebih menarik. Hal ini terjadi seiring dengan mulai kembalinya inflow asing serta nilai tukar rupiah yang cenderung stabil.
“Kami melihat yield SUN Indonesia seri acuan 10 tahun bisa mengarah turun ke level 6 persen dan bahkan di bawahnya,” pungkas Ezra.