Bisnis.com, JAKARTA — Implementasi aturan baru dari Otoritas Jasa Keuangan menjadi alasan susutnya porsi medium term notes (MTN) sebagai aset dasar reksa dana.
Mengacu pada data Otoritas Jasa Keuangan per akhir Maret 2021, porsi MTN dalam produk reksa dana turun drastis secara yoy, dari Rp18,99 triliun pada akhir Q1/2020 menjadi hanya Rp5,38 triliun pada akhir Q1/2021.
Direktur Utama PT Trimegah Asset Management (Trimegah AM) Antony Dirga mengatakan anjloknya porsi MTN disebabkan karena banyaknya produk dengan aset dasar MTN yang jatuh tempo dalam kurun waktu setahun ke belakang, tapi tak ada produk baru dengan aset dasar serupa yang terbit untuk menggantikan produk jatuh tempo tersebut.
Dia menyebut ini sejalan dengan pengetatan peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terakit kriteria aset dasar untuk reksa dana.
Seperti diketahui, dalam POJK Nomor 2/POJK/2020 tentang Perubahan Atas POJK Nomor 23/POJK.04/2016 tentang Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif ada aturan khusus mengenai kriteria MTN untuk menjadi aset dasar reksa dana.
Dalam beleid tersebut, OJK mengatur tentang minimum peringkat atau rating MTN atau yang diperbolehkan untuk menjadi aset dasar reksa dana, yakni minimum MTN tersebut mengantongi rating idAA.
Baca Juga
Adapun, dalam aturan yang sama OJK bahkan melarang reksa dana pasar uang dan reksa dana terproteksi untuk berinvesasi pada efek bersifat utang atau sukuk yang ditawarkan tidak melalui penawaran umum.
Mengacu pada hal tersebut, Antony menilai porsi MTN akan semakin susut sebagai aset dasar reksa dana, apalagi dengan adanya aturan OJK tersebut pembelian MTN oleh manajer investasi akan sangat terbatas.
Sebagai gantinya, Antony menyebut efek obligasi akan menjadi pilihan utama sebagai aset dasar pengganti MTN. Dia menilai efek obligasi yang penawarannya bersifat umum memang lebih stringent syarat penerbitannya, sehingga pada akhirnya tingkat resikonya lebih kecil.
“Pada akhirnya, menurut saya Ini baik untuk investor,” katanya ketika dihubungi Bisnis, Selasa (13/4/2021)
Senada, Direktur KISI Aset Manajemen Susanto menyatakan penyusutan jumlah MTN dalam aset reksa dana dikarenakan produk reksadana pasar uang dan terproteksi saat ini sudah tidak boleh memiliki MTN.
Lebih lanjut dia mengatakan selama belum ada peraturan revisi terhadap hal tersebut dan reksa dana pasar uang dan terproteksi masih belum bisa membeli instrumen MTN maka manajer investasi pun akan memilih aset dasar lainnya.
“Saat ini instrumen obligasi yang digunakan untuk menggantikan MTN sebagai underlying reksadana tersebut,” kata Susanto.
Direktur Panin Aset Manajemen Rudiyanto juga memperkirakan ke depannya manajer investasi tidak akan kembali membeli MTN untuk menjadi aset dasar produk reksa dana, setidaknya hingga ada perubahan ketentuan yang bersifat permanen.
“Ketentuan investasi di MTN lebih ketat karena harus rating minimal AA sementara pasaran hampir tidak tersedia. Memang ada relaksasi menjadi BBB karena Covid, tapi kami tidak tahu sampai kapan,” tutur Rudiyanto.
Di sisi lain, dia menilai pengetatan aturan OJK tersebut sebagai hal yang positif untuk membuat pengelolaan reksa dana menjadi lebih prudent dan dapat mengurangi risiko investasi. Apalagi belakangan banyak emiten yang mengalami tunda bayar bahkan gagal bayar.
“Lagi pula MTN gampang diterbitkan dan terkadang ada emiten nakal,” pungkasnya.
Berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia, setidaknya sepanjang tahun berjalan hingga 9 April 2021 terdapat 12 penerbit MTN yang mengumumkan penundaan pembayaran, baik pokok maupun bunga.