Bisnis.com, JAKARTA – Pemangkasan pajak penghasilan (PPh) atas bunga obligasi untuk wajib pajak dalam negeri dinilai akan meningkatkan minat investor domestik untuk masuk ke pasar surat utang.
Meski demikian, efek positif kebijakan ini pada pasar lelang baru akan terasa dalam jangka panjang. Potensi terjadinya polarisasi yang akan menghambat perkembangan sektor lain juga membayangi.
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto mengatakan, penurunan bunga obligasi menjadi 10 persen akan direspons positif oleh investor. Pasalnya, kondisi pasar surat utang Indonesia saat ini terbilang cukup baik meski sempat tertekan.
Ramdhan memaparkan, hal ini merupakan upaya pemerintah untuk memberikan pemanis kepada investor domestik. Dengan penurunan pajak, investor domestik diharapkan akan terus masuk pada pasar obligasi di dalam negeri.
“Pemerintah melihat pasar surat utang dalam negeri terus bertumbuh. Selain itu, likuiditasnya juga sangat baik dan berperan penting dalam pembiayaan terutama di masa pandemi,” jelasnya saat dihubungi pada Senin (12/4/2021).
Ramdhan menjelaskan, selama ini, wajib pajak dalam negeri masih dikenakan tarif 15 persen untuk bunga obligasinya. Dengan kebijakan ini, capital gain investor pun akan lebih besar dari sebelumnya.
Baca Juga
Ia melanjutkan, insentif ini juga dikeluarkan pada saat yang tepat. Pasalnya, peran investor domestik, terutama di sektor ritel, pada surat berharga Indonesia sedang berada pada tren kenaikan. Menurutnya, kebijakan tersebut akan semakin meningkatkan minat investor untuk membeli surat utang Indonesia.
“Selain itu, dengan pemangkasan pajak, likuiditas pasar surat utang domestik akan semakin baik. Potensi aliran dana masuk ke obligasi Indonesia juga semakin besar,” lanjutnya.
Ramdhan mengatakan, salah satu dampak negatif apabila kebijakan ini disahkan adalah berkurangnya penerimaan pajak negara. Namun, hal ini diyakini dapat diimbangi dengan tingginya minat investor untuk masuk ke pasar surat utang.
Menurutnya, seiring dengan turunnya pajak obligasi, pemerintah diperkirakan akan semakin sering melakukan lelang Surat Utang Negara (SUN). Kombinasi antara tingginya minat dan frekuensi penerbitan akan membuat penyerapan pada lelang surat utang cukup besar.
“Ditambah lagi, biaya penerbitan (cost of fund) juga dapat ditekan, sehingga tidak membebani pemerintah, pungkasnya.
Head of Economics Research Pefindo Fikri C. Permana mengatakan, kebijakan penurunan pajak obligasi nantinya akan lebih dirasakan pada pasar sekunder terlebih dahulu. Hal ini karena penurunan pajak yang diberlakukan pada kupon obligasi akan mengangkat tingkat imbal hasil nyata (real yield)
Sementara itu, keringanan pajak ini baru didapatkan ketika kuponnya dibayar. Saat melakukan pembelian, investor tidak mendapatkan keringanan apapun
“Investor tidak hanya melihat dari sisi pajak saja, kemungkinan efek kebijakan ini pada pasar primer baru akan terlihat setelah risikonya menurun,” jelas Fikri.
Fikri menambahkan, rencana penurunan pajak obligasi juga berpotensi menjadi bumerang bagi pasar finansial Indonesia apabila tidak diaplikasikan secara merata.
Ia menjelaskan, sejauh ini, pasar keuangan Indonesia cenderung masih bertumpu pada Surat Utang Negara. Kehadiran insentif khusus pada pasar SUN dinilai dapat membuat pasar obligasi Indonesia terpolarisasi.
“Investor akan berbondong-bondong ke pasar SUN, sementara sektor lain seperti surat utang korporasi berpotensi tertinggal,” pungkasnya.