Bisnis.com, JAKARTA — Perusahaan sekuritas masih optimistis dan mempertahankan target indeks harga saham gabungan (IHSG) untuk 2021 meski kinerja komposit sepanjang kuartal I/2021 tak bersinar.
Per akhir kuartal pertama tahun ini, indeks komposit hanya mampu parkir di level 5985,52, tak beranjak jauh dari posisinya pada penutupan tahun lalu yakni 5979,07 alias hanya tumbuh tipis 0,11 persen secara kuartalan.
Padahal, di awal tahun indeks sempat menguat begitu agresif hingga menyentuh level 6429,75 di pertengahan Januari, meski akhirnya harus rela kembali terjerembap di penghujung bulan ke level 5862,35.
Selanjutnya, IHSG berangsur-angsur bangkit pada Februari, hingga akhirnya awal Maret indeks konsisten bergerak di kisaran 6.200—6.300an. Namun, mendadak terhantam ombak di hari-hari terakhir perdagangan Maret dan hanyut lagi ke bawah level psikologis 6.000.
Kendati volatilitas tinggi membuat pertumbuhan IHSG cenderung flat sepanjang tiga bulan pertama tahun ini, kalangan analis mengaku masih optimistis akan pertumbuhan indeks hingga akhir tahun nanti.
Vice President Research Artha Sekuritas Frederik Rasali menyebut kinerja IHSG pada kuartal I/2021 masih dalam tren sideways dan mulai menurun pada akhir bulan Maret 2021 yang mana menyerupai pola siklus tahun 2021.
Baca Juga
Dia mengatakan pihaknya masih mempercayai IHSG dapat kembali bangkit seiring dengan pemulihan ekonomi. Namun, salah satu hal perlu menjadi perhatian adalah arus dana asing yang masih deras keluar seiring imbal hasil US Treasury yang masih menunjukkan tren naik.
Menurutnya, apabila tren kenaikan imbal hasil US Treasury terus berlansung sepanjang tahun 2021, kemungkinan besar investor terutama institusi akan lebih memilih untuk menempatkan dana pada obligasi Negeri paman Sam tersebut karena relatif lebih aman.
“Sehingga arus dana ke dalam saham akan lebih sedikit dan pergerakan IHSG bisa saja lebih lambat,” katanya kepada Bisnis, Selasa (6/4/2021)
Meskipun demikian dia optimistis IHSG dapat bergerak naik lebih cepat pada paruh kedua tahun ini, karena setelah sebagian besar populasi di Indonesia sudah divaksinasi, maka ekonomi akan pulih dan kinerja emiten akan membaik.
“Untuk itu target IHSG dari Artha Sekuritas Indonesia pada tahun ini masih dipertahankan di level 6,500,” kata Frederik.
Terpisah, Kepala Riset NH Korindo Sekuritas Anggaraksa Arismunandar menilai meski IHSG ditutup relatif stagnan pada kuartal I/2021, secara umum kinerja indeks komposit masih sesuai ekpektasi.
“Kami melihat fundamental ekonomi Indonesia masih cukup kuat, meskipun pemulihan berjalan lebih lambat dari ekspektasi,” tutur Anggaraksa ketiika dihubungi Bisnis, Selasa (6/4/2021)
Dia mengatakan penghambat terbesar IHSG justru banyak muncul dari global, seperti kenaikan yield obligasi US Treasury 10 years. Alhasil, potensi terjadinya taper tantrum jilid 2 menjadi salah satu yang perlu diwaspadai untuk pergerakan indeks kuartal II ini.
Sementara itu dari domestik realisasi positif kinerja keuangan emiten akan menjadi bahan bakar pendorong laju indeks karena sepanjang Maret lalu penguatan IHSG ditopang oleh ekspektasi pasar atas kenaikan laba emiten.
“Seiring dengan membaiknya laba emiten, IHSG akan bisa menuju ke level yang lebih tinggi,” ujar dia.
Anggaraksa juga mengatakan NH Korindo masih mempertahankan target base case IHSG hingga akhir 2021 di level 6800, mengingat kenaikan bursa saham umumnya lebih pesat terjadi pada kuatral IV/2021.
Senada, Head of Research Samuel Sekuritas Indonesia Suria Dharma mengatakan dalam jangka pendek kenaikan yield US Treasury memang masih akan menekan pergerakan indeks, ditambah dengan pelemahan rupiah.
Akan tetapi, hal tersebut tak membuat pihaknya buru-buru mengubah target IHSG untuk akhir tahun ini. Adapun, Samuel Sekuritas Indonesia mematok target IHSG di level 6.500 untuk akhir tahun 2021.
“Belum direvisi, [masih] 6.500,” kata Suria, Selasa (6/4/2021)
Head of Equity Research BNI Sekuritas Kim Kwie Sjamsudin juga mengaku belum ada rencana untuk merevisi target iHSG tahun ini, yang mana pihaknya memasang target bullish yakni indeks komposit bisa mencapai level 7.000 di akhir tahun.
“Short term sih memang masih minim katalis, jadi kita tunggu [kenaikan] yield US Tresury peak dulu sebelum emerging market perform. Jadi kita masih bullish hingga akhir tahun ini,” katanya.