Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dibayangi Keputusan OPEC+, Harga Minyak Mentah Anjlok

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate pengiriman Mei turun US$2,8 atau 4,6 persen, menjadi menetap di U$58,65 per barel di NYME. Minyak mentah Brent pengiriman Juni turun US$2,71 atau 4,2 persen menjadi US$62,15 per barel di London ICE Futures Exchange.
Ilustrasi. Tanki penimbunan minyak./Bloomberg
Ilustrasi. Tanki penimbunan minyak./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak anjlok pada akhir perdagangan Selasa (6/5/2021), ketika para pedagang semakin khawatir atas keputusan kelompok produsen utama OPEC+ untuk meningkatnya pasokan mereka dan produksi Iran di tengah prospek permintaan yang lesu.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei turun US$2,8 atau 4,6 persen, menjadi U$58,65 per barel di New York Mercantile Exchange. Sementara itu, minyak mentah jenis Brent untuk pengiriman Juni turun US$2,71 atau 4,2 persen menjadi US$62,15 per barel di London ICE Futures Exchange.

Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC+, pada Kamis (1/4/2021) menyetujui kenaikan produksi bulanan dari Mei hingga Juli. Anggota OPEC, Iran, yang dibebaskan dari pemotongan sukarela, juga meningkatkan pasokan.

Grup tersebut memulihkan produksi yang dipangkas tahun lalu untuk mendukung harga karena permintaan bahan bakar merosot di tengah pandemi Covid-19.

Pekan lalu, Komite Teknis Bersama (JTC) OPEC+ merevisi turun perkiraan permintaan minyak pada 2021. JTC sekarang memperkirakan permintaan minyak global meningkat 5,6 juta barel per hari tahun ini, bukan 5,9 juta barel seperti yang diperkirakan sebulan yang lalu.

"Waktunya tidak tepat," kata Bob Yawger, direktur energi berjangka di Mizuho Securities. “Sepertinya OPEC+ akan menggulirkan kesepakatan, tetapi mereka tidak melakukannya dan sekarang tampaknya mereka harus membayar setidaknya dalam jangka pendek.”

Dalam perkembangan lain yang pada akhirnya dapat meningkatkan pasokan, investor fokus pada pembicaraan tidak langsung antara Iran dan Amerika Serikat (AS) sebagai bagian dari negosiasi untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015.

“Ada asumsi bahwa kita akan melihat banjir minyak Irianian ini di pasar,” kata Phil Flynn, Analis Senior di Price Futures Group di Chicago. "Saya pikir ini sedikit dilebih-lebihkan."

Analis Eurasia Henry Rome memperkirakan sanksi AS, termasuk pembatasan penjualan minyak Iran, akan dicabut hanya setelah pembicaraan ini selesai dan Iran kembali patuh. Iran telah meningkatkan ekspor ke China meskipun ada sanksi.

Minyak telah pulih dari posisi terendah bersejarah tahun lalu dengan dukungan rekor pemotongan OPEC+, yang sebagian besar akan tetap ada setelah Juli. Permintaan diperkirakan akan pulih lebih lanjut di paruh kedua.

Sementara itu, peluncuran vaksin yang lambat dan kembalinya penguncian di beberapa bagian Eropa telah membebani permintaan minyak. Sementara itu, data ekonomi yang dirilis pada Jumat (2/4/2021) menunjukkan ekonomi AS menciptakan lapangan kerja paling banyak dalam tujuh bulan pada Maret.

Sayangnya, pengetatan lockdown di Prancis dan lonjakan kasus di India telah menggelapkan prospek rebound ekonomi global untuk meningkatkan permintaan minyak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper