Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Amerika Serikat ditutup melemah pada perdagangan Selasa (23/3/2021), di tengah kekhawatiran peningkatan kasus virus corona dapat menyebabkan ditundanya pembukaan kembali perjalanan global.
Berdasarkan data Bloomberg, indeks Dow Jones Industrial Average ditutup melemah0,94 perse ke level 32.423,15, sedangkan indeks SP 500 melemah 0,76 persen ke 3.910,52 dan Nasdaq Composite anjlok 1,12 persen ke 13.227,70.
Wall Street tertekan oleh saham-saham yang mendapat keuntungan dari diakhirinya lockdown, di tengah kekhawatiran bahwa meningkatnya kasus virus dan pembatasan baru di Jerman.
Saham United Airlines Holdings ditutup anjlok 6,81 persen dan menekan indeks S&P 500. Norwegian Cruise Line Holdings Ltd. melemah 7,16 persen. Saham Carnival Corp. dan TripAdvisor Inc. juga merosot.
Di sisi lain, imbal hasil obligasi US Treasury melemah 10 tahun turun untuk hari berturut ke level 1,627 setelah Gubernur Federal Reserve Jerome Powell memadamkan risiko bahwa pertumbuhan ekonomi akan memacu inflasi yang terlalu panas.
Sementara itu, harga minyak mentah turun di bawah US$60 per barel karena kekhawatiran bahwa pasar kelebihan pasokan.
Meskipun kemunduran dalam perang melawan pandemi Covid-19 membuat investor mundur, stabilnya imbal hasil obligasi AS memberikan dorongan terhadap kekhawatiran bahwa pengeluaran AS yang besar dapat menyalakan kembali inflasi dan memaksa kebijakan bank sentral yang lebih ketat.
Investor juga mengambil saham pada peringatan satu tahun sejak indeks S&P 500 anjlok akibat pandemi. Indeks tersebut telah melonjak sekitar 75 persen dari level terendahnya pada tahun 2020.
Direktur pelaksana produk perdagangan dan investasi E*Trade Financial Chris Larkin mengatakan pasar saat ini cenderung gelisah karena mempertimbangkan apa dampak dari kembali ke kondisi normal terhadap kebiajakan easy money, dukungan fiskal dan suku bunga.
“Tetapi bagi setiap investor yang berpikir pasar siap untuk turun, penting untuk diingat bahwa pasar sedang bergerak melalui tekanan yang sehat secara historis dan masih banyak lagi pemulihan di depan kita," ungkap Chris, seperti dikutip Bloomberg