Bisnis.com, JAKARTA – PT Timah Tbk. terus memacu penyelesaian proyek smelter timah berteknologi Ausmelt yang direncanakan konstruksi rampung pada akhir 2021.
Direktur Keuangan Timah Wibisono mengatakan bahwa hingga saat ini, progres pengembangan konstruksi smelter Ausmelt telah mencapai 44 persen dan tetap berjalan sesuai dengan pipeline.
“Target smelter Ausmelt selesai konstruksi akhir tahun ini, dan commissioning selesai pada Februari 2022,” ujar Wibisono saat paparan kinerja 2020, Senin (15/3/2021).
Nantinya, smelter tersebut akan digunakan untuk melebur inventory timah perseroan sehingga kehadiran smelter tersebut dapat meningkatkan pendapatan perseroan ke depannya.
Selain itu, smelter tersebut akan memiliki kapasitas produksi 40.000 ton per tahun, sehingga kapasitas produksi emiten berkode saham TINS itu meningkat menjadi 70.000 ton hingga 80.000 ton per tahun.
Adapun, total investasi pembangunan smelter tersebut mencapai US$ 80 juta dengan pendanaan menggunakan skema Export Credit Agency (ECA) dengan finvera dari Finlandia dan Indonesia Exim Bank.
Baca Juga
Wibisono mengungkapkan hingga saat ini perseroan telah menyerap US$30 juta dari total dana tersebut sehingga tersisa US$50 juta.
Dengan demikian, dia menjelaskan bahwa alokasi capital expenditure (capex) 2021 terbesar masih untuk proyek smelter tersebut.
Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan Timah Muhammad Zulkarnaen mengatakan bahwa perseroan mengalokasikan capex sekitar Rp1,9 triliun yang akan berasal dari kas internal dan penggunaan long term financing.
Dari total itu, sekitar 94 persen untuk biaya investasi perseroan sedangkan 6 persennya dialokasikan untuk entitas anak usaha,
“Sebagian besar di Timah, capex akan digunakan untuk perluasan kapasitas untuk meningkatkan produksi, dan sisanya untuk pengembangan usaha dan lain-lain,” ujar Zulkarnaen kepada Bisnis.
Berdasarkan catatan Bisnis, alokasi capex emiten berkode saham TINS tersebut lebih besar daripada alokasi capex 2020 yang hanya sebesar Rp1,5 triliun.
Adapun, semula TINS mengalokasikan capex 2020 sebesar Rp2,5 triliun, tetapi dipangkas menjadi Rp1,5 triliun seiring dengan tantangan bisnis akibat pandemi Covid-19.
Pemangkasan capex itu sekaligus untuk mempertahankan debt equity ratio perseroan di tingkat rendah pada tahun lalu.