Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Apa Sih Dual-Class Shares untuk IPO Unikorn? Begini Penjelasan BEI

BEI sudah melakukan kajian hukum dan berdiskusi dengan otoritas dan stakeholder salah satunya terkait potensi penerapan Dual Class Shares dengan skema Multiple Voting Shares di Indonesia.
Karyawati beraktivitas di sekitar logo PT Bursa Efek Indonesia di Jakarta, Kamis (4/6/2020). Bisnis/Arief Hermawan P
Karyawati beraktivitas di sekitar logo PT Bursa Efek Indonesia di Jakarta, Kamis (4/6/2020). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Salah satu aturan yang tengah digodok otoritas Bursa untuk menyambut perusahaan unicorn di pasar modal Indonesia adalah perihal penerapan Dual-Class Shares. Apa sebenarnya Dual-Class Share tersebut?

Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia I Gede Nyoman Yetna mengatakan bahwa saat ini pihaknya telah berkomunikasi secara intensif dengan beberapa perusahaan unicorn di Indonesia mengenai peluang pendanaan melalui Pasar Modal Indonesia.

Sejauh ini, ungkapnya, BEI sudah melakukan kajian hukum dan berdiskusi dengan otoritas dan stakeholder salah satunya terkait potensi penerapan Dual Class Shares dengan skema Multiple Voting Shares di Indonesia.

Menurut Nyoman, Dual-Class Shares berbeda dengan dual listing. Pun, hal tersebut juga berbeda dengan Special Purpose Acquisition Company (SPAC) yang belakangan banyak disebut oleh pemberitaan terkait IPO unicorn.

Dual listing merupakan praktik dimana perusahaan dapat memperjualbelikan sahamnya tidak hanya di satu bursa. Contohnya saat ini adalah PT Telkom Indonesia (TLKM) yang saat ini tercatat sahamnya di Bursa Efek Indonesia dan di New York Stock Exchange.

Sementara Dual-Class Shares atau DCS merupakan suatu struktur permodalan saham kelas ganda yang melibatkan paling sedikit dua klasifikasi saham berbeda.

“Saat ini kajian yang kami lakukan adalah untuk melihat potensi penerapan DCS dengan struktur Multiple Voting Share di Indonesia,” tutur Nyoman, Selasa (16/2/2021)

Adapun, Multiple Voting Share (MVS) adalah suatu jenis saham yang memiliki lebih dari satu hak suara untuk tiap lembar sahamnya.

Nyoman mengatakan, penerapan MVS di beberapa negara rata-rata mengatur maksimal rasio antara saham dengan hak suara adalah 1:10 atau 1 saham memiliki 10 hak suara. Ini berbeda dengan saham biasa yang hanya memiliki satu hak suara untuk tiap lembar sahamnya atau disebut Ordinary Share.

“Secara best practice di beberapa Bursa global, penerapan DCS dengan klasifikasi MVS biasanya hanya akan dipegang oleh para founder yang bertindak sekaligus menjadi manajemen perusahaan atau pihak kunci yang dapat memastikan keberlangsungan visi atau inovasi perusahaan dalam jangka panjang,” jelasnya.

Selain itu, dalam penerapan MVS di beberapa Bursa global, akhir–akhir ini didominasi untuk digunakan oleh perusahaan di sektor teknologi yang berbasis inovasi dan dapat memberikan multiplier effect terhadap perekonomian nasional.

Beberapa contoh perusahaan yang sudah tercatat di luar negeri yang telah menerapkan MVS adalah Google, SEA Group yang merupakan entitas induk dari Shopee, serta Alibaba.

Kemudian, DCS juga berbeda dengan SPAC atau Special Purpose Acquisition Company.

SPAC secara garis besar merupakan sebuah perusahaan yang didirikan secara khusus untuk menggalang dana melalui IPO dengan tujuan melakukan merger, akuisisi, atau pembelian saham perusahaan terhadap satu atau lebih perusahaan.

Pasca aksi merger atau akuisisi selesai, maka perusahaan target akan menjadi perusahaan terbuka dan tercatat di Bursa tempat SPAC tercatat. Untuk saat ini praktik SPAC sudah umum dilaksanakan di beberapa bursa utama dunia, salah satunya di Amerika Serikat.

Salah satu contoh transaksi IPO SPAC di Amerika serikat adalah Social Capital Hedosophia (IPOA) yang telah berhasil melakukan IPO pada tahun 2017 dan melakukan merger dengan perusahaan targetnya yang merupakan perusahaan tertutup yaitu Virgin Galactic pada tahun 2019. Pun, saat ini Virgin Galactic telah menjadi perusahaan tercatat di NYSE dengan kode saham SPCE.

Lebih lanjut Nyoman menuturkan, selain melihat kebutuhan dan permintaan dari industri, pihaknya juga mengacu pada best practice di beberapa bursa efek global dan pengalaman perusahaan tercatat di luar negeri yang menerapkan MVS dalam struktur saham mereka sebagai bentuk perlindungan atas ide maupun visi perusahaan secara jangka panjang.

“Tentunya dalam kajian kami apabila dapat diterapkan di Indonesia, maka kami senantiasa terus melakukan benchmark dengan best practice dengan tetap memperhatikan aspek-aspek perlindungan investor publik,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper