Bisnis.com, JAKARTA — Rencana sejumlah startup unikorn Indonesia untuk melakukan penawaran saham umum perdana (Initial Public Offering/IPO) di bursa saham dinilai tidak terlepas dari strategi para investor untuk keluar atau exit dari perusahaan teknologi raksasa tersebut.
Ketua Bidang Industri Aplikasi Nasional Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) M. Tesar Sandikapura berpendapat selain untuk menghimpun dana segar bagi unikorn, IPO juga merupakan bagian dari strategi para investor untuk keluar dari perusahaan yang melakukan melantai di bursa. Untuk keluar, umumnya investor dapat menunggu hingga sebuah perusahaan mencapai target tertentu atau melalui skema IPO.
Dia menuturkan seandainya IPO terealiasasi, dana publik yang berhasil dihimpun tidak sepenuhnya masuk dalam uang kas perusahaan teknologi. Sebagian akan dialirkan kepada investor yang memutuskan untuk keluar dari perusahaan.
“Investor yang biasa berinvestasi di perusahaan rintisan saat ini mulai berpikir. Jadi IPO itu bukan hanya soal untuk modal perusahaan tetapi strategi investor untuk keluar agar untung,” ujar Tesar kepada Bisnis, Jumat (12/2/2021).
Dia mencontohkan seandainya pada investasi awal uang yang digelontorkan investor senilai Rp1 triliun untuk 1 persen saham yang dimiliki, setelah 2-3 tahun nilai investasi yang ditanamkan bisa meningkat hingga Rp2 triliun seiring dengan peningkatan valuasi perusahaan rintisan tersebut. Salah satu cara untuk mendapatkan nilai keuntungan tersebut adalah dengan melepas sahamnya saat IPO.
“Dana masyarakat yang masuk ke perusahaan yang IPO akan mengalir ke investor secara otomatis. Itu sudah hal yang lumrah. Seperti beli saham, kita akan lepas pada satu waktu agar untung. Tujuan investor berinvestasi salah satunya untuk exit,” sambung Tesar.
Baca Juga
Strategi lain yang digunakan investor untuk keluar adalah bekerja sama dengan sesama investor–baik perorangan ataupun korporasi–rekanan. Misalnya, investor A membantu sebuah perusahaan teknologi untuk berkembang dari tahap awal hingga tahap selanjutnya.
Setelah mencapai tahap selanjutnya, rekanan dari investor A akan membeli saham milik investor di tahap awal, sehingga investasi yang dikeluarkan berbuah manis saat investor memutuskan untuk keluar.
Pembagian pendanaan terjadi karena fokus investor berbeda-beda. Beberapa investor memilih membatasi jumlah investasi dengan hanya menyuntikkan dana dengan nilai besar kepada beberapa perusahaan rintisan yang telah matang saja.
Sebaliknya, beberapa investor lain lebih tertarik menyuntikan dana di perusahaan rintisan tahap awal dengan nilai kecil, dengan jumlah penerima pendanaan yang banyak. Setelah itu, perusahaan rintisan tersebut dibina hingga ke tahap lanjut.
“Investor yang biasa bermain di Seri A itu biasanya memiliki rekanan yang biasanya berinvestasi di Seri B. Beberapa di antara mereka ada koneksi seperti itu,” imbuhnya.
Pada Jumat (12/2), Bursa Efek Indonesia (BEI) mengungkapkan ada tiga perusahaan dari sektor teknologi yang bakal IPO pada tahun ini.
"Apabila semua proses berjalan sesuai rencana, tiga perusahaan tersebut diperkirakan dapat tercatat di Bursa paling cepat pada kuartal I/2021 ini," ujar Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna.
Tiga calon emiten tersebut akan menyusul dua perusahaan teknologi lain yang telah lebih dulu melantai di Bursa pada 2021 yakni PT DCI Indonesia Tbk. (DCII) yang resmi tercatat pada 6 Januari 2021 dan PT Indointernet Tbk. (EDGE) pada 8 Februari 2021.
Sebelumnya, Tokopedia serta Traveloka dikabarkan sudah berencana melantai di bursa Indonesia dan AS. Tokopedia bahkan sudah menunjuk Morgan Stanley dan Citigroup Inc. sebagai penasihat untuk membantu rencana go public mereka.