Bisnis.com, JAKARTA - Emiten pertambangan PT Adaro Energy Tbk. (ADRO) membukukan penurunan produksi dan penjualan batu bara pada 2020 dibandingkan realisasi 2019.
Dalam keterangan resminya, manajemen ADRO menyebutkan Adaro Energy memproduksi 54,53 juta ton batu bara pada tahun 2020, atau turun 6 persen year-on-year (yoy) dan sedikit melebihi panduan yang ditetapkan sebesar 52 juta-54 juta ton.
"Volume penjualan batu bara pada tahun 2020 tercatat mencapai 54,14 juta ton, atau turun 9 persen yoy," papar manajemen ADRO, Selasa (16/2/2021).
Total pengupasan lapisan penutup pada 2020 mencapai 209,48 million bank cubic meter (Mbcm), atau turun 23 persen yoy, sejalan dengan panduan perusahaan untuk menurunkan nisbah kupas tahun ini.
Nisbah kupas Adaro Energy pada tahun 2020 mencapai 3,84 kali, di bawah panduan nisbah kupas yang ditetapkan sebesar 4,30 kali. Cuaca yang kurang baik di hampir sepanjang tahun merupakan tantangan bagi perusahaan untuk mencapai panduan nisbah kupasnya.
Pada kuartal IV/2020, ADRO memproduksi 13,43 juta ton dan menjual 13,39 juta ton batu bara, atau masing-masing turun 3 persen dan 8 persen dibandingkan juartal IV/2019.
Baca Juga
Total pengupasan lapisan penutup pada kuartal terakhir 2020 mencapai 49,06 Mbcm, atau turun 21 persen yoy, sehingga nisbah kupas tercatat sebesar 3,65 kali.
"Kuartal IV ini diwarnai dengan cuaca basah dengan curah hujan yang tinggi dan jam hujan yang panjang di area tambang utama sejak bulan November," imbuh manajemen ADRO.
Portofolio penjualan batu bara perusahaan yang dinakhodai Garibaldi Thohir ini pada 2020 didominasi produk E4700 dan E4900, yang didukung permintaan solid bagi kedua jenis batu bara ini.
Pasar Asia Tenggara meliputi 49 persen dari penjualan tahun 2020, dipimpin oleh Indonesia dan Malaysia. Peningkatan permintaan juga terjadi dari Thailand dan Vietnam berkat adanya operasi pembangkit listrik baru.
Pada 2021, Adaro Energy akan memproduksi batu bara sejumlah 52 juta ton – 54 juta ton, dengan nisbah kupas 4,8 kali. Dari sisi keuangan, EBITDA operasional ditargetkan mencapai US$750 juta – US$900 juta, dengan belanja modal (capex) US$200 juta – US$300 juta.