Bisnis.com, JAKARTA - Indeks harga saham gabungan (IHSG) semakin lesu di penghujung Januari tahun ini. Penguatan yang cukup baik terjadi sejak pertengahan tahun ini, gagal setelah IHSG kembali ditutup di bawah level 6.000 pada perdagangan Kamis (28/1/2021).
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia pada Kamis (28/1/2021), Indeks harga saham gabungan (IHSG) anjlok 2,12 persen menjadi 5.979. Sejak awal tahun, IHSG masih tumbuh 0,01 persen.
Depresiasi IHSG kali ini menjadi pelemahan indeks selama enam hari berturut-turut atau penurunan terpanjang pada periode tahun berjalan. Padahal, pada pertengahan Januari indeks sempat ditutup di level 6.435,2.
Jika pada perdagangan Januari terakhir, Jumat (29/1/2021), IHSG melanjutkan terkoreksi maka indeks kembali gagal menikmati efek januari yang umumnya terjadi. Adapun, IHSG juga gagal mencatatkan kinerja penguatan pada Januari 2020.
Direktur PT Anugrah Mega Investama Hans Kwee mengatakan bahwa saat ini pasar dipengaruhi oleh sentimen The Fed yang tidak begitu banyak memberikan arahan terhadap pasar terkait kebijakan moneternya tahun ini.
Optimisme pasar terhadap pemulihan ekonomi tahun ini juga dalam tekanan seiring dengan peningkatan kasus positif Covid-19 hampir di seluruh dunia masih terjadi. Bahkan, di dalam negeri total kasus positif Covid-19 telah menembus 1 juta.
Baca Juga
“Pelaku pasar banyak yang melakukan profit taking akibat hal itu, apalagi ada kabar distribusi vaksin Covid-19 secara global tidak semulus ekspektasi pasar dan perpanjangan PSBB di beberapa kota Indonesia,” papar Hans saat dihubungi, Kamis (28/1/2021).
Selain itu, kekhawatiran pasar terkait Pemeriksaan Kejaksaan Agung (Kejagung) atas investasi BPJS Ketenagakerjaan dan pembubaran Reksa Dana PT Aberdeen Standard Investments Indonesia juga telah menjadi katalis negatif bagi indeks di akhir Januari.
Secara keseluruhan, Hans memproyeksi indeks akan berada di bawah 6.100 untuk jangka pendek seiring dengan pasar global yang juga memproyeksi kinerja kuartal I/2021 masih akan negatif.
“Oleh karena itu, saya sarankan para pelaku pasar diam terlebih dahulu, mencerna pasar, kalau mereda baru trading lagi. Biarkan pasar cooling down dulu dan kembali normal, baru mulai lagi,” papar Hans.
Depresiasi IHSG kali ini menjadi pelemahan indeks selama enam hari berturut-turut atau penurunan terpanjang pada periode tahun berjalan.
Head of Investment Avrist Asset Management Farash Farich menjelaskan pelemahan IHSG belakangan ini dipengaruhi oleh tren perdagangan spekulatif yang membawa harga saham naik terlalu cepat.
Alhasil, penurunan mayoritas harga saham belakangan ini bisa terjadi karena investor merealisasikan keuntungan (profit taking).
“Sepertinya di Indonesia agak mirip di AS, disinyalir banyak speculative trading yang mengangkat harga naik terlalu cepat untuk beberapa saham yang kemudian sekarang koreksi,” kata Farash kepada Bisnis, Kamis (28/1/2021).
COVID-19 MENGGANAS
Di sisi lain, Farash melihat pasar saham masih kekurangan sentimen positif yang dapat mengangkat harga. Terlebih beberapa hari terakhir lebih banyak berita lonjakan kasus Covid-19 yang berisiko menghambat pemulihan bisnis tahun ini.
Kepala Riset Reliance Sekuritas Indonesia Lanjar Nafi menambahkan bahwa indeks sukar keluar dari zona merah tertekan oleh berita negatif lonjakan kasus virus corona berbarengan dengan penyesuaian bobot beberapa indeks saham di bursa.
“Rebalancing portofolio di masa penyesuaian bobot beberapa Indeks klasifikasi baru hingga [investor] terbawa arus pesimistis indeks saham global menjadi faktor-faktor utama,” jelas Lanjar.
Di tengah pelemahan IHSG, investor asing membukukan beli bersih atau net buy senilai Rp52,50 miliar. Secara kumulatif di sepanjang tahun ini tercatat net buy investor asing senilai Rp11,86 triliun.
Lanjar menyebut ketika investor domestik ramai-ramai membukukan aksi jual, aliran modal masuk dari investor asing belum cukup kuat menahan laju penurunan IHSG.