Bisnis.com, JAKARTA - Emiten sektor unggas diproyeksi masih menghadapi pemulihan pada 2021 ini. Kunci utamanya ada pada menjaga persediaan mengingat permintaan terhadap unggas masih terpengaruh pandemi Covid-19.
Pada perdagangan Kamis (21/1/2021), mayoritas emiten unggas ditutup di zona merah. Hanya PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk. (JPFA) yang ditutup naik 2,34 persen ke level 1.530. PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk. (CPIN) yang sempat dibuka di zona hijau tetapi ditutup turun 0,78 persen ke level 6.350.
Adapun, saham sektor unggas lainnya yakni PT Malindo Feedmill Tbk. (MAIN) turun 0,65 persen ke level 760, dan PT Sreeya Sewu Indonesia Tbk. (SIPD) yang turun 2,61 persen ke level 1.305.
Sepanjang tahun berjalan atau year to date (YTD) harga saham SIPD naik 49,14 persen, JPFA turun 0,33 persen, CPIN turun 6,27 persen, MAIN turun 24 persen.
Analis BRI Danareksa Sekuritas Victor Stefano dalam risetnya menyebut sektor unggas seperti berjalan di atas es yang tipis. Pasalnya, permintaan unggas mungkin masih terpengaruh oleh pandemi Covid-19. Program penyesuaian persediaan yang akurat sangat penting guna menjaga ayam harga pada 2021 tetap baik.
"Program penyesuaian pasokan sangat penting di tahun 2021. Terlihat permintaan unggas masih lebih rendah dari permintaan normal karena dampak pandemi Covid-19 masih akan berlanjut pada 2021, tetapi kami yakin harga ayam akan pulih dengan lebih baik dan memberikan keseimbangan penawaran-permintaan yang menguntungkan," katanya.
Baca Juga
Lebih lanjut, kebijakan pemerintah dalam memusnahkan ayam yang baru menetas sangat penting dalam menjaga harga ayam pada 2021. Pasalnya, pasokan akan tetap ada melimpah karena impor Grand Parent Stock (GPS) atau bibit ayam yang tinggi dalam dua tahun terakhir yang meningkat 5 persen per tahunnya.
Kuota impor GPS sudah diturunkan 8 persen pada 2020 tetapi hanya akan berpengaruh terhadap produksi ayam berumur sehari atau Day Old Chicken Final Stock (DOC FS) yang lebih rendah paling cepat pada 2022.
Di sisi lain, permintaan dari pasar basah dan hotel masih terkena dampak pandemi Covid-19. Konsumsi ayam dari segmen hotel akan tetap rendah di tengah kondisi tersebut Pandemi Covid-19. Meski meningkat 2,6 persen secara bulanan, tetapi okupansi bintang hotel di Indonesia pada November 2020 masih lebih rendah 28,5 persen dibandingkan dengan 2019.
Di sisi lain, berdasarkan riset dari Panin Sekuritas menyebutkan fluktuasi soybean meal menjadi perhatian. Pasalnya, peningkatan harga soybean meal diestimasikan terjadi pada akhir 2020, didorong oleh peningkatan permintaan dari Brazil.
Peningkatan harga sejak September 2020, karena permintaan yang tinggi dari Brazil pasca penurunan konsumsi daging, menyebabkan peternak mengalihkan fokus ke bisnis pakan, berpotensi untuk menekan marjin perseroan ke depan.
Di sisi lain, harga jagung domestik diestimasikan akan stabil ke depan. Tren ini akan menjaga stabilitas harga jagung pakan ke depan, karena turunnya permintaan di tengah pandemi dan menyebabkan stok bertambah.
"Ini akan menjadi katalis positif dari sisi margin bisnis perseroan, dimana jagung berkontribusi 50 persen terhadap bahan baku pakan ternak," ungkap riset tersebut.
Panin Sekuritas merekomendasi netral terhadap sektor unggas ini dengan pilihan utamanya ada pada JPFA yang direkomendasikan hold dengan target price (TP) Rp1.200. Sementara itu, rekomendasi CPIN hold dengan TP Rp5.800.
Adapun BRI Danareksa Sekuritas merekomendasikan untuk mempertahankan atau netral terhadap sektor tersebut dengan permintaan jual pada saham CPIN dengan target price 4.100 dan hold pada JPFA dengan TP 1.150 dan beli pada MAIN dengan TP 600.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.